Thanos Beraksi
Pakar keamanan siber CISSReC Pratama Persadha mengaku belum mengetahui persis kebenaran informasi tersebut.
"Kalau mereka sudah share bukti peretasannya seperti data dan biasanya upaya deface, baru bisa simpulkan memang benar terjadi peretasan. 10 kementeriannya yang mana juga masih belum jelas," kata Pratama lewat keterangan tertulis, Minggu (12/9).
"Namun bila ini spionase antar negara, memang bukti akan lebih sulit untuk didapatkan, karena motifnya bukan ekonomi maupun popularitas," tambahnya.
Meski demikian, Pratama menyatakan kondisi ini bisa menjadi pemicu bagi kementerian dan lembaga di Indonesia mulai mengecek sistem informasi dan jaringannya.
"Pada pertengahan 2020 juga terjadi isu serupa di lingkungan Kemenlu dan beberapa BUMN. Saat itu ada warning dari Australia bahwa email salah satu diplomat kita mengirimkan malware aria body ke email salah satu pejabat di Australia Barat," ucap dia.
"Perlu dilakukan deep vulnerable assessment terhadap sistem yang dimiliki. Serta melakukan penetration test secara berkala untuk mengecek kerentanan sistem informasi dan jaringan. Lalu gunakan teknologi Honeypot dimana ketika terjadi serangan maka hacker akan terperangkap pada sistem honeypot ini, sehingga tidak bisa melakukan serangan ke server yang sebenarnya," terang Pratama.
"Kami telah mencoba melakukan profiling threat actor. Mustang Panda adalah hacker group yang sebagian besar anggota dari China dimana grup ini membuat private ransomware yang dinamakan Thanos," ucap dia.
Pratama menjelaskan, private ransome Thanos mempunyai 43 konfigurasi berbeda untuk mengelabui firewall dan anti virus. Pemerintah pun harus segera menindaklanjuti temuan tersebut untuk mengetahui apakah tindak spionase ini terkait konflik Laut China Selatan atau tidak.
"Karena dalam beberapa tahun terakhir tensi terkait isu ini memang meningkat di kawasan Asia Tenggara. Semoga ini menjadi momentum perbaikan keamanan siber di lembaga negara," kata Pratama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News