Kasus kepala bayi putus dan tertinggal di rahim seorang ibu di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menarik perhatian publik. Sang suami membeberkan kronologi kepala bayinya itu tertinggal di rahim istrinya.
Suami Mukarromah yang bernama Sulaiman mengungkapkan kasus ini terjadi pada Senin, 4 Maret 2024 sekitar pukul 03.00 WIB. Saat itu, Sulaiman mengantarkan istrinya untuk melahirkan di Puskesmas Kedundung dengan ditemani bibinya.
Setibanya di Puskesmas Kedundung, Mukarromah mendapatkan penanganan dari bidan. Rencananya, sang istri akan dirujuk ke RSUD Syamrabu Bangkalan untuk melaksanakan operasi sesar.
“Karena kondisi istri saya sudah lemah, hingga sekira pukul 06.30 WIB, sudah mengalami pembukaan dan akan melahirkan, dibantulah oleh bidan Puskesmas Kedundung," kata Sulaiman, dikutip Rabu 13 Maret 2024.
Baca juga
Kepala Bayi Putus dan Tertinggal di Rahim Ibu Muda di Bangkalan
"Pada saat persalinan tersebut, anak saya keluar dalam posisi sungsang yaitu kaki keluar terlebih dahulu dengan dipaksakan untuk melahirkan normal," ujarnya.
"Kaki anak saya ditarik oleh bidan hingga akhirnya badan terpisah dengan kepala, sedangkan kepala masih tertinggal di dalam rahim," jelasnya.
Atas peristiwa itu, Mukarromah kemudian dirujuk ke RSIA Glamor Husada Kebun Kamal Bangkalan untuk operasi mengeluarkan kepala bayi.
"Selanjutnya istri saya di rujuk untuk mendapatkan perawatan di RSIA Glamor Husada Kebun Kamal Bangkalan, untuk melaksanakan operasi sesar dalam rangka mengeluarkan kepala bayi yang masih tertinggal di dalam rahim," ujarnya.
Sulaiman pun kemudian melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
"Atas kejadian tersebut saya langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Bangkalan,” tutur Sulaiman.
Respons Dinkes dan Puskesmas >>>
Dinas Kesehatan (Dinkes) Bangkalan membantah tindakan medis yang dilakukan bidan di Puskesmas Kedungdung malapraktik. Menurutnya, tindakan bidan Puskesmas Kedungdungsudah sesuai prosedur.
"Kami lakukan tindakan yang sudah dilakukan sesuai SOP, sesuai prosedur, " kata Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan Nur Hotiba.
Sementara itu, Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, melalui kuasa hukumnya, Risang Bima Wijaya, membantah tindakan malapraktik. Menurutnya, pada Januari 2024, bidan desa sudah menyatakan janin yang dikandung Mukarromah sudah tak ada detak jantungnya. Namun si ibu menyatakan bayinya itu bergerak.
Mukarromah kemudian kembali datang ke bidan desa pada 4 Maret 2024 dini hari. Dia merasa mau melahirkan.
"Sehingga dibuatlah rujukan oleh bidan desa ke Puskesmas Kedungdung. Dalam rujukannya itu sudah ada diagnosis intrauterine fetal death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan, itu dari bidan desa ke puskesmas diagnosanya begitu," kata Risang.
Atas rujukan tersebut, pihak puskesmas memeriksa pasien sambil menunggu tanggapan rujukan dari RSUD Bangkalan. Hasil pemeriksaan menunjukkan detak jantung si bayi tidak ada, sedangkan tensi darah pasien sangat tinggi, yakni mencapai 160-180. Sehingga, harus diberi penanganan untuk menstabilkan tensi agar bisa dilakukan penanganan operasi secto caesar (sc).
"Tapi, saat proses pemeriksaan dilakukan, si ibu ini sudah mengejan dan ada dokter di sana. Ternyata, ketika diperiksa, sudah terjadi pembukaan lengkap, bokong bayi sudah kelihatan, artinya bayi ini sungsang, tapi tidak ada darah di sana, tidak ada air ketuban," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News