Saldi Isra mengungkapkan soal peran Anwar Usman, Ketua MK yang juga diketahui adalah adik ipar dari Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, ketika Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada tanggal 19 September 2023, RPH dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu: Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.
"Tercatat RPH tanggal 19 September 2023 tersebut tidak dihadiri oleh Hakim Konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman," ujarnya.
"Hasilnya enam hakim konstitusi sepakat menolak dan memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua Hakim Konstitusi lainnya memilih sikap berbeda (dissenting opinion)," kata Saldi.
Baca juga
Resmi Nikahi Idayati, Ketua MK Anwar Usman Jadi Adik Ipar Presiden Jokowi
Lalu pada saat RPH selanjutnya yang mengagendakan putusan perkara tersebut, rapat dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi. Artinya, Anwar usman ikut terlibat dalam penentuan keputusan.
"Beberapa Hakim Konstitusi yang telah memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang (opened legal policy), tiba-tiba menujukkan “ketertarikan” dengan model alternatif yang dimohonkan di dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023."
"Padahal, meski model alternatif yang dimohonkan oleh Pemohon dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Saldi.
Hasilnya, MK pun mengabulkan sebagian permohonan dari Almas Tsaqibbirru. MK setuju dengan formula syarat baru capres-cawapres yakni berusia 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Baca juga
Peta Hakim MK yang Bakal Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres, Ada Om-nya Gibran
Untuk diketahui, sebelum putusan MK ini diketok, Mahkamah telah menolak permohonan gugatan yang dilayangkan PSI, Partai Garuda, serta sejumlah kepala daerah.
Dalam gugatannya, mereka meminta Pasal 169 huruf q UU tersebut yang mengatur tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun diubah menjadi minimal 35 tahun dan memiliki pengalaman menjadi penyelenggara negara.
Alasan penolakan itu salah satunya adalah pihak yang berhak menentukan batas usia ada di tangan pembuat undang-undang alias DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News