Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan tidak menyalahkan timnya terkait polemik kasus suap yang diduga menjerat Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.
Menurutnya, tim KPK, dari penyelidik, penyidik, hingga jaksa, telah bekerja dengan baik dan sesuai tugasnya. Jika ada kekhilafan menurutnya berasal dari pimpinan.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik atau penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya," kata Alexander dalam keterangan tertulis.
"Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," sambungnya.
Baca juga
Komisioner Salahkan Penyelidik Buntut Kasus Marsdya Henri, Dirdik KPK Pilih Mundur
Terkait penetapan tersangka, menurutnya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah memenuhi alat bukti.
"Dalam pasal 1 butir 14 KUHAP dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," jelasnya.
"Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK sudah mendapatkan setidaknya 2 alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronis berupa rekaman penyadapan/percakapan," sambung Alex.
"Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," jelasnya.
Alex juga menyatakan, KPK telah melibatkan tim Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI saat melakukan ekspose atau gelar perkara operasi tangkap tangan atau OTT di Basarnas.
Baca juga
Polemik Kasus Suap Basarnas Marsdya Henri, Pimpinan KPK Salahkan Tim Penyelidik
Dia pun menegaskan, tak ada pihak yang menolak atau keberatan dalam penetapan lima tersangka tersebut, termasuk dua orang dari TNI yakni Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Letkol TNI Afri Budi Cahyanto.
"Kemudian, dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka," tegasnya.
"Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya," ujarnya.
"Secara substansi atau materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," jelasnya.
Awal mula polemik kasus suap Basarnas >>>
Kasus suap yang diduga menjerat Kabasarnas Marsdya Henri ini bermula saat KPK menggelar OTT pada Selasa, 25 Juli. Saat itu KPK menangkap Letkol TNI Afri Budi Cahyanto, Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas; beserta tiga orang dari swasta.
Nama Marsdya Henri mencuat saat KPK mengumumkan tersangka pad Rabu, 26 Juli. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan ada lima tersangka dalam kasus suap di Basarnas.
"(Menetapkan tersangka) HA Kabasarnas RI periode 2021-2023," kata Alexander Marwata.
KPK telah menetapkan lima tersangka suap Basarnas. Rincian para tersangka itu adalah:
Pihak penerima:
Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi - Kepala Basarnas
Letkol TNI Afri Budi Cahyanto - Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas
Pihak pemberi suap:
Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati);
Marilya selaku Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati); dan
Roni Aidil selaku Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama).
Baca juga
KPK: Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi Jadi Tersangka, Diduga Terima Rp88,3 M
KPK menjelaskan, Henri diduga bersama-sama menerima suap terkait sejumlah proyek. Nilai uang yang dia terima mencapai Rp88,3 miliar. Suap dia terima melalyi Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsminnya.
"Diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek," kata Alex.
Dari proyek-proyek tersebut, Henri diduga menerima fee 10 persen. Fee ini yang diduga sebagai suap oleh KPK.
Namun Puspom TNI menilai penetapan tersangka Henri dan Afri melanggar prosedur berdasarkan UU Peradilan Militer.
“Jadi, menurut kami, apa yang dilakukan oleh KPK dengan menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan (aturan),” kata Komandan Pusat Polisi Militer atau Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko.
Mereka pun kemudian mendatangi KPK pada Jumat, 28 Juli 2023. Di sana, pihak TNI ini bertemu dengan Komisioner KPK Johanis Tanak.
"Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," tutur Tanak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News