Indonesia Corruption Watch atau ICW menemukan adanya dugaan kelebihan pembayaran terkait pembelian pepper Projectile Launcher untuk gas air mata yang dilakukan Polri. Nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Dugaan tersebut ditemukan dari data Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri. Dalam data itu terlihat Polri melakukan kontrak pembelian launcher pada 2022 sebanyak 187 unit dengan nilai kontrak Rp 49,86 miliar.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah, menjelaskan, pemenang kontrak tersebut adalah PT TMDC. menurutnya, dengan nilai kontar Rp49,8 miliar, artinya Polri membeli satu unit launcher hingga Rp 266,6 juta.
Usai dicek ke perusahaan penyedia, PT TMDC diketahui memang menyediakan alat bernama Byrne Le Launcher-Pepper.
Baca juga
Polri Akui Penggunaan Gas Air Mata Kedaluwarsa Saat Tragedi Kanjuruhan
"Kami asumsikan ketika PT TMDC ini menang, artinya dia akan menyediakan barang tersebut kepada Kepolisian," kata Wana dalam konferensi pers, Minggu, 9 Juli 2023.
Wana mengungkapkan, ICW mencoba mengecek ke perusahaan penyedia launcher lainnya yakni Byrna. Berdasarkan harga di laman resmi disebutkan harga satu launcher yang sama hanya US$ 479,99 atau Rp 6,924.710 per unitnya (dengan penghitungan kurs Rp 14.426 24 per US$ 1, pada Februari 2022.
"PT TMDC itu menawarkan harga yang sangat besar yaitu Rp 266,6 juta, sedangkan ketika kami coba crosscheck ke produsennya, itu hanya Rp 6 juta," kata Wana.
Baca juga
Bahaya Gas Air Mata Bisa Sebabkan Kematian, Makanya Dilarang FIFA Dipakai di Stadion
Menurut Wana, berdasarkan penghitungan harga wajar, mulai dari harga pokok barang, ongkos kirim 10 persen, biaya administrasi 5 persen, dan keuntungan 10 persen, maka harusnya harga satu launcher hanya sekitar Rp 8,1 juta saja.
Sehingga jika dikaitkan dnegan pengadaan sebanyak 187 unit, Polri seharusnya hanya mengeluarkan Rp 1.618.650.993. Hal ini sangat kontras dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan untuk pembelian, sebesar Rp 49 miliar lebih.
"Maka diduga adanya kemahalan harga yang ditetapkan oleh kepolisian saat membuat pagu anggaran. Hal ini berdampak terhadap adanya potensi pemborosan dan dugaan kemahalan harga sekitar 30 kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh Byrna selaku produsen projectile launcher," kata Wana.
Pemenang Tak Memenuhi Syarat >>>
ICW juga menemukan adanya pemenang tender pengadaan gas air mata oleh Polri yang tidak memenuhi syarat. Hal tersbeut terlihat dala LPSE Polri.
"Kepolisian tidak melakukan (menjalankan) aturan terkait pengadaan," kata Wana.
ICW mencontohkan, pada pengadaan amunisi gas air mata pada 23 Desember 2020, syarat untuk perusahaan penyedia adalah harus memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia dengan kode 46900 dan KBLI 47739.
Pemenang tender senilai Rp108 miliar itu diketahui adalah PT ACK. Namun, perusahaan tersebut ternyata tidak memiliki persyaratan tersebut. Padahal kompetitornya yakni PT FIN, dinyatakan kalah karena tidak punya syarat KBLI yang sama.
Selain itu, PT ACK juga diketahui memenangi pengadaan catridge gas air mata dengan nilai Rp 199 miliar. Padahal syarat pemenang tender juga mengharuskan memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia dengan kode 46900 dan KBLI 47739, sebuah syarat yang tidak dipenuhi PT ACK.
"Tidak ada KBLI yang dimaksud oleh panitia pengadaan oleh kepolisian," kata Wana.
"Patut diduga Pokja pemilihan secara sengaja meloloskan PT ACK dan mengabaikan syarat kualifikasi," kata dia.
Padahal jika peserta tender tidak memenuhi kualifikasi, seharusnya tender dinyatakan gagal. Sebagaimana Pasal 51 Ayat (2) huruf c Perpres 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News