Langgar Etik berat, Komisioner KPK Lili Hanya Disanksi Potong Gaji

  • Arry
  • 30 Agt 2021 15:18
Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar(KPK RI/youtube)

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, terbukti melanggar etik. Ada dua pelanggaran yang dilakukan Lili. Namun, dia hanya mendapat sanksi berupa pengurangan gaji.

Dewan Pengawas atau Dewas KPK, menilai Lili melakukan dua pelanggaran etik. Pertama menggunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Kedua, berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK.

"Mengadili, menyatakan Terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, di Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021.

Dewas menjelaskan, untuk perkara pertama, Lili Pintauli, diketahui sempat berhubungan dengan adik iparnya yang bernama Ruri Prihatini Lubis yang sedang bermasalah. Uang pengabdiannya sebagai Dirut PDAM Tanjung Kualo, Tanjungbalai belum dibayarkan.

Baca Juga:
Ikuti Omongan Ayah, Najwa Shihab Ganti Istilah Koruptor Jadi Pencuri

Lili pun menyarankan Ruri menyurati Direktur PDAM Tirta Kualo dengan tembusan ke KPK.

"Masalah belum dibayarkan uang jasa pengabdian tersebut adalah urusan keperdataan seseorang dengan perusahaan daerah. Tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan KPK. Baik dari sisi kegiatan pencegahan maupun penindakan," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam pembacaan vonis.

Terkait permasalahan tersebut, Lili sempat berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial. Kebetulan, Syahrial sedang berpekara di KPK.

Lili meminta tolong Syahrial agar menolong adik iparnya itu. Syahrial pun berjanji akan membantunya.

Akhirnya, kasus adik ipar Lili Pintauli selesai. Ruri mendapat uang pengabdiannya sebesar Rp53,3 juta meskipun dibayar secara dicicil.

Baca Juga:
Diduga Suap, Ini Profil Bupati Probolinggo Puput dan Rincian Hartanya

Di lain pihak, komunikasi antara Lili Pintauli dengan Wali Kota Syahrial berlanjut. Mereka pun sempat menbahas soal perkara suap jual beli jabatan yang sedang menimpa Syahrial.

"Pada sekitar bulan Juli 2020, Terperiksa menghubungi saksi M. Syahrial pada saat Terperiksa melihat berkas jual beli jabatan atas nama saksi M. Syahrial di atas mejanya dengan mengatakan "ini ada namamu di mejaku, bikin malu Rp 200 juta masih kau ambil," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.

Komunikasi berlanjut. Syahrial kembali menghubungi Lili Pintauli untuk menanyakan soal penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di Labuhanbatu Utara. Syahrial pun meminta bantuan Lili Pintauli.

Baca Juga:
Komnas Sebut Ada 11 Pelanggaran HAM di TWK, Apa Tanggapan KPK

Uniknya, kasus yang menjerat Syahrial ini terjadi pada November 2019, atau sebelum Lili Pintauli menjabat komisioner KPK. Syahrial pun baru bisa dijerat sebagai tersangka pada April 2021.

"Hubungan komunikasi antara Terperiksa dan saksi M Syahrial sebagai seseorang yang perkaranya sedang ditangani KPK cukup intens dan ada upaya Terperiksa membantu saksi M Syahrial mengatasi perkara," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho.

Atas fakta-fakta tersebut, Dewas KPK menyatakan Lii Pintauli bersalah melanggar prinsip Integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

"Menghukum Terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan," sambungnya.

Putusan Dewas KPK Menyedihkan >>>

 

Putusan Dewas KPK Menyedihkan

Sujanarko, selaku pelapor kasus ini kecewa atas putusan Dewas KPK. Menurut bekas Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi (PJKAKI) KPK itu, sanksi yang diterima Lili Pintauli terlalu ringan.

"(Putusan Dewan Pengawas KPK, red) sangat-sangat mengecewakan. Itu hanya Rp1,8 juta per bulan," kata Sujanarko.

Sujanarko pun menilai Dewas turut melemahkan KPK terkait putusan ringan terhadap Lili Pintauli.

"(Tidak menyesali perbuatan) ini tidak dijadikan pemberat dan dengan segala kemenangannya di KPK padahal terbukti melanggar etik berat, Dewas akan punya kontribusi melemahkan KPK," ujarnya.

Sementara itu, bekas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menilai putusan Dewas KPK itu sangat menyedihkan.

“Pimpinan KPK terbukti melanggar Etik: 1. Menyalahgunakan pengaruh utk kepentingan pribadi; 2. Berhubungan langsung dg pihak yg perkaranya ditangani KPK. Tapi hanya dihukum potong gaji Rp1,85 juta/bulan (40% gapok) dari total penerimaan lebih dari Rp80juta/bulan. Menyedihkan..,” kata Febri di akun Twitternya @febridiansyah.

“Dewan Pengawas KPK sebenarnya punya pilihan menjatuhkan SANKSI BERAT lain seperti diatur di Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020, yaitu: meminta Pimpinan mundur dari KPK Tp itu tidak dilakukan..,” lanjutnya.

Febri mengaku sudah pesimis atas kinerja Dewas KPK dalam mengadili Lili Pintauli.

“Tapi apa lagi yg bisa diharapkan pd KPK saat ini, termasuk Dewas yg katanya dibuat utk memperkuat KPK. Dulu saat Ketua KPK terbukti melanggar etik naik helikopter jg dihukum ringan.. Sementara kebijakan TWK yg jelas2 melanggar aturan dkatakan tdk cukup bukti pelanggaran etik,” ujar Febri.

“Dari Peraturan Dewas ini saya berpikir, sejak awal Dewas mmg diragukan niatnya menerapkan standar yg kuat menjaga Integritas KPK. Terlihat dr pengaturan sanksi yg ringan utk Pimpinan, sekalipun pelanggaran berat. Dewas jg tdk bs berhentikan atau meminta Pimpinan diberhentikan,” jelasnya.

Komentar Febri Diansyah

Sementara itu Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, meminta Lili Pintauli Siregar harusnya mengundurkan diri dari KPK.

“Putusan Dewas KPK dirasakan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena semestinya sanksinya adalah permintaan mengundurkan diri, bahasa awamnya pemecatan.” kata Boyamin.

Menurut Boyamin, pengunduran diri Lili Pintauli itu juga demi kebaikan dari KPK. “Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah menjaga kehormatan KPK karena jika tidak mundur maka cacat atau noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK sehingga akan kesulitan melakukan pemberantasan Korupsi.” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait