Artis Wandda Hamidah harus terusir dari rumahnya yang berada di Menteng, Jakarta Pusat.
Pemprov DKI Jakarta berkilah rumah yang ditempati Wanda Hamidah itu berdiri di atas lahan seseorang yang memiliki sertifikat hak guna bangunan sejak 2010.
Dalam akun Instagram pribadinya, Wanda Hamidah membantah jika lahan tersebut milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta atau Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soelistyo Soerjosoemarno.
"Tidak benar rumah kami di atas tanah Pemda ataupun Japto,: tulis Wanda Hamidah dikutip Jumat, 14 Oktober 2022.
"Rumah kami beralamat di jalan Citandui No. 2, Cikini, Jakarta Pusat. Ada pun HGB yang diakui dimiliki Japto S. Soerjosoemarno beralamat di jalan Ciasem No. 2, Cikini, Jakarta Pusat," lanjut Wanda.
Baca juga
Wanda Hamidah Diusir dari Rumahnya di Menteng, Begini Duduk Perkaranya
"HGB di jalan Ciasem No. 2 tersebut patut dipertanyakan kebenarannya sebagai alas kepemilikan atas rumah kami di jalan Citandui No. 2 ini."
"Faktanya ada SHGB lain di jalan Ciasem No. 2, atau dengan kata lain, BPN menerbitkan dua sertifikat dengan alamat yang sama (Jalan Ciasem No. 2)."
"Kami menduga sertifikat tersebut adalah hasil kerja mafia tanah, karena diduga terbit tanpa ada riwayat kepemilikan, bukti pembayaran pajak, tanpa pengukuran, tanpa penguasaan fisik dan tanpa surat tidak sengketa," tulis mantan politisi PAN itu.
Wanda menjelaskan, keluarganya sudah menempati rumah tersebut sejak 1962. Bahkan mereka sudah mendapatkan rekoemndasi dari Dinas DKI Jakarta untuk meningkatkan status tanah menjadi HGB.
"Kami pun tetap patuh membayar pajak hingga tahun 2022," ujarnya.
"Saat keluarga kami hendak mengurus penerbitan sertifikat yang sepatutnya menjadi hak kami, ternyata disampaikan telah terbit sertipikat atas nama Yapto, yang di dalam suratnya tertera alamat jalan Ciasem No. 2."
"Ada pun surat peneguran/peringatan dan perintah dari Walikota Jakarta Pusat untuk mengosongkan rumah tidak didasarkan kepada putusan hukum."
"Sudah sepatut dan sewajarnya, Walikota Kota Jakarta Pusat meminta agar saudara Japto mengajukan gugatan ke pengadilan."
"Tidak bisa ada penggusuran atau eksekusi lahan tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."
Wanda Hamidah pun meminta bantguan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Marif Amin, Kepala BPN Hadi Tjahjanto, Menko Polhukam Mahfud MD, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga legislator untuk memperhatikan permasalahan ini.
"Agar hak kami dilindungi dari dugaan mafia tanah yang keji, yang tidak hanya merugikan kami yang tinggal di Jalan Citandui No.2 tapi juga pemilik tanah dan bangunan di Jalan Ciasem No. 2 (BPN terbitkan 2 HGB atas satu lokasi tanah)," kata Wanda Hamidah.
"Kami selaku warga DKI Jakarta, sangat keberatan jika Pemda DKI menjadi alat kepentingan yang ingin merampas hak kami sebagai warga negara," tulisnya.
Selanjutnya penjelasan Pemprov DKI Jakarta >>>
Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Ani Suryani, menjelaskan, rumah yang ditempati Wanda Hamidah itu berdiri di atas lahan seseorang yang memiliki sertifikat hak guna bangunan sejak 2010. Lahan itu pun merupakan aset milik negara.
Menurut Ani, rumah tersebut terpaksa dikosongkan lantaran pemilik SHGB ingim memanfaatkan lahan tersebut. Hal ini juga dilandaskan atas surat izin penghunian atau SSIP milik keluarga Wanda Hamidah telah habis sejak 2012.
"Nah pada saat tanah negara ini bebas, siapa saja boleh meningkatkannya. Nah penghuni di sini tidak melanjutkan (SIP) itu, sehingga pada 2010, (pemilik SHGB) membeli ini. Kemudian ditertibkan karena ini tanah negara," kata Ani.
Ani menjelaskan, pemilik lahan telah membiarkan Wanda Hamidah tinggal di lahan tersebut selama 10 tahun sejak SIP kedaluwarsa. Pemilik SHGB pun sudah berulang kali melakukan mediasi untuk penggunaan lahhan tersebut.
Menurut Ani, Pemkot Jakarta Pusat juga sudah melayangkan somasi sebanyak tiga kali kepada Wanda Hamidah agar mengosongkan rumahnya. Pemkot juga telah melakukan mediasi antara pemilik SHGM dan Wanda Hamidah serta tiga pemilik rumah lainnya.
"Somasi sudah dilakukan, berarti ada waktu dari yang punyanya untuk ditawarkan untuk pindah, itu namanya mediasi, tapi tidak dihiraukan," ujarnya.
"Ini sudah sampai somasi ketiga, kami tambahkan lagi waktu sehari sampai hari ini, tidak mau keluar juga, kan berarti sudah waktunya (pengosongan)," jelas Ani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News