Teka teki kemana Deddy Corbuzier rehat dari media sosial terjawab sudah. Mentalist itu ternyata terinfeksi Covid-19 dan nyaris meninggal dunia akibat badai sitokin.
"Saya sakit.. Kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucu nya dengan keadaan sudah negatif. Yes it's Covid," kata Deddy dalam akun Instagramnya, Minggu, 22 Agustus 2021.
"Yes it's a life and death situation. Hebatnya oksigen darah saya tidak turun bahkan diam di 97-99 karena pola hidup sehat saya selama ini hingga saya bisa selamat walau dengan kerusakan paru yang parah," bebernya.
Deddy Corbuzier nyaris meninggal gegara badai sitokin Covid-19
Menurut Deddy, usai dua minggu terinfeksi, dia sudah dinyatakan negatif. Namun, kondisinya kembali menurun. Demamnya mencapai lebih dari 39 derajat celcius, hampir 40 derajat celcius.
Kondisi tersebut membuat Deddy perlu ke rumah sakit untuk cek laboratorium dan CT scan thorax. Setelah dicek, dokter menyebut bahwa paru-paru Deddy berada dalam kondisi kurang baik dan ada tanda-tanda badai sitokin.
"Saya agak kaget ketika dibilang badai sitokin. Karena setahu saya, badai sitokin ini membuat orang meninggal.- Deddy Corbuzier -"
Apa sih badai sitokin itu?
Nama 'sitokin' berasal dari kata Yunani untuk sel (cyto) dan gerakan (kinos). Sitokin adalah protein yang dilepaskan oleh banyak sel berbeda dalam tubuh, termasuk sistem kekebalan.
Dilansir dari Halodoc, badai sitokin disebabkan oleh peningkatan respons imun. Sejatinya sistem kekebalan berfungsi untuk membantu kita melawan infeksi. Namun, terkadang sistem imunitas ini memberikan respons yang tidak semestinya dan justru memperparah kondisi penyakit. Selengkapnya baca di bawah ini!
Fakta tentang Badai Sitokin
Setiap kali tubuh yang sehat melawan infeksi, ada respons sistem kekebalan alami yang terjadi. Menurut Carl Fichtenbaum, MD, profesor di divisi penyakit menular di Fakultas Kedokteran Universitas Cincinnati, bagian dari respons ini melibatkan pelepasan sitokin, yaitu bahan kimia biologis yang merangsang jalur sel dan memungkinkan komunikasi antar sel.
Menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh American Cancer Society, sitokin ini pada dasarnya memberi sinyal sistem kekebalan untuk mulai melakukan tugasnya. Ini adalah situasi yang wajar. Namun, ketika pelepasan sitokinnya terlalu banyak maka sistem kekebalan tubuh mulai menyebabkan kerusakan pada tubuh.
Secara medis, badai sitokin berarti jalur sel yang telah dihidupkan mengarah ke produksi sejumlah mediator biologis (yang merupakan sejenis pemancar sinyal) yang menyebabkan perubahan pada tubuh dan mengganggu fungsi sel normal.
Ini berarti sejumlah besar sitokin yang dilepaskan menciptakan tingkat peradangan tinggi di area tubuh yang sedang mengalami peradangan sehingga bisa berakibat fatal. Badai sitokin ini juga dinilai lebih mematikan daripada virus asli yang sedang bercokol di tubuh.
Pemicu Badai Sitokin >>>
Badai sitokin dapat dipicu oleh sejumlah infeksi, termasuk influenza, pneumonia, dan sepsis. Respons imun yang meningkat ini tidak terjadi pada semua pasien dengan infeksi parah, tetapi para ahli tidak tahu apa yang membuat beberapa orang lebih rentan daripada yang lain.
Terkhusus pada orang dengan corona. Sejauh ini beberapa pasien menjadi sangat sakit dengan cepat karena badai sitokin. Sebagian besar pasien corona dengan badai sitokin mengalami demam dan sesak napas, kemudian menjadi sulit bernapas sehingga akhirnya membutuhkan ventilator. Kondisi ini biasanya terjadi sekitar enam atau tujuh hari setelah timbulnya penyakit.
Tidak ada cara untuk menguji apakah seseorang mengalami badai sitokin atau tidak, meskipun pemeriksaan darah dapat memberikan petunjuk kepada dokter bahwa respons hiper-inflamasi sedang terjadi.
Tes darah bisa saja dilakukan untuk deteksi badai sitokin tetapi belum cukup valid. Sejauh ini gejala yang sudah akurat adalah ketika seorang pasien terus mengalami kesulitan bernapas meskipun menerima oksigen. Hal itu mungkin berarti tubuh mereka sedang mengalami badai sitokin.
Tidak Hanya pada Pengidap Corona >>>
Badai sitokin adalah komplikasi umum yang tidak hanya terjadi pada pengidap corona melainkan juga pada pengidap flu dan penyakit pernapasan lainnya. Badai sitokin juga memiliki kaitan erat dengan penyakit non-infeksi seperti multiple sclerosis dan pankreatitis.
Fenomena badai sitokin menjadi lebih dikenal setelah wabah virus flu burung H5N1 pada tahun 2005. Ketika tingkat kematian yang tinggi dikaitkan dengan respons sitokin yang tidak terkendali. Badai sitokin bisa jadi penjelasan kenapa beberapa orang memiliki reaksi parah terhadap virus corona sementara yang lain hanya mengalami gejala ringan.
Ini juga menjadi alasan mengapa orang yang usianya lebih muda kurang terpengaruh, karena sistem kekebalan tubuh mereka kurang berkembang sehingga menghasilkan tingkat sitokin penggerak peradangan yang lebih rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News