Pemerintah akhirnya menurunkan batas atas harga tes PCR Covid-19 menjadi Rp495 ribu untuk wilayah Jawa-Bali. Dan harga atas atas tes PCR di luar Jawa-Bali dipatok Rp525 ribu.
Keputusan ini disampaikan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Prof Abdul Kadir.
"Dari hasil evaluasi kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan real time PCR diturunkan menjadi Rp 495 ribu untuk daerah Jawa dan Bali. Serta sebesar Rp 525 ribu untuk daerah luar Jawa Bali," kata Prof Kadir dalam jumpa pers virtual, Senin, 16 Agustus 2021.
Sebelumnya, harga termahal tes PCR Covid-19 dipatok Rp900 ribu. Untuk antigen di Jawa Rp 200 ribu dan di luar Jawa Rp 275 ribu.
Dengan ini, baik laboratorium maupun rumah sakit di seluruh daerah harus mengikuti aturan ini. Hal ini juga demi melancarkan dan memperkuat testing dan tracing.
"Untuk itu kami mohon agar semua faskes seperti RS, lab, dan fasilitas pemeriksaan lainnya yang telah ditetapkan pemerintah dapat mematuhi batas tertinggi real time PCR tersebut," jelas dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah meminta agar tarif tes PCR yang semula ditetapkan dengan batas tertinggi sebesar Rp 900 ribu dapat ditekan hingga Rp 450-550 ribu.
Baca Juga:
Jokowi Perintahkan Biaya Tes PCR Maksimal Rp550 Ribu, Hasil 1X24 Jam
Selain itu, Kemenkes juga meminta hasil pemeriksaan PCR dapat dikeluarkan maksimal dalam waktu 24 jam.
"Hasil pemeriksaan real time PCR dikeluarkan dengan durasi maksimal 1x24 jam dari pengambilan swab," katanya.
Alasan Diturunkan
Prof Kadir menjelaskan, harga tes PCR baru bisa diturunkan saat ini lantaran harga-harga bahan untuk juga sudah mulai turun.
"Jadi perlu saya jelaskan dulu lebih awal, bahwa real time PCR yang kita keluarkan berdasarkan surat edaran tahun 2020 itu, itu adalah batasan tertingginya adalah Rp 900 ribu. Kemudian sekarang kita keluarkan satu surat keputusan yang baru bahwa batasan di Pulau Jawa itu Rp 495 ribu," katanya.
"Ini artinya, bahwa ini terjadi penurunan kurang lebih 45% daripada tahap awal kita melakukan batasan harga tertinggi," sambungnya.
"Jadi pada tahap-tahap awal memang harga-harga reagen yang kita beli itu kebanyakan adalah harganya masih tinggi sehingga kita tetap mengacu kepada harga tersebut, termasuk juga, bukan cuma reagennya saja, tapi juga barang habis pakainya juga masih mengacu harga pada tahap awal-awal terjadinya pandemi," ujarnya.
Baca Juga:
Kasus Dokter Bakar Bengkel: Tes Jiwa Hingga Dituduh Minta Rp300 Juta
Dia menuturkan, hal ini sebagaimana terjadi pada masker. Awal pandemi, harga masker sempat melambung.
"Contohnya misalnya harga masker, awal-awal pandemi mahal sekali itu," ujarnya.
Mengenai perbedaan harga tes PCR di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali, menurut Prof Kadir hal tersebut disebabkan adanya faktor distribusi atau transportasi.
"Tentunya kita bisa memahami bahwa di sini ada faktor transportasi. Kalau Jawa-Bali yang merupakan pusat-pusat perdagangan tidak membutuhkan biaya transportasi besar," ungkap Abdul Kadir.
"Tapi kalau misalnya laboratorium itu di daerah luar Jawa-Bali, anggaplah di Kalimantan, Sumatera, Papua, maka tentunya membutuhkan biaya transportasi. Variabel biaya transportasi ini kita tambahkan ke dalam unit cost sehingga didapatlah selisih 525.000," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News