Lomba menulis yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP dalam rangka Hari Santri Nasional menuai kontroversial. Ada dua lomba yang digelar, Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.
Pengumuman lomba diunggah di akun Twitter dan Instagram BPIP. Lomba dimulai 10 Agustus dan ditutup 5 Oktober 2021.
Berikut pengumuman BPIP:
Halo #SobatPancasila dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021 Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar lomba: Kompetisi Penulisan Artikel Tingkat Nasional.
Dengan Tema: Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.
Periode Pengumpulan artikel dimulai 10 Agustus - 5 Oktober 2021, tunggu apa lagi sobat? Yuk ikuti, banyak hadiah menanti loh!
Pendaftaran di link berikut: http://bit.ly/LombaArtikelBPIP21
.
#LombaPancasila
#BulanPancasila2021
#CeritaPancasila
#BPIP
Pengumuman Lomba Penulisan BPIP (Instagram @bpipri)
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, menilai lomba tersebut bertujuan memperkuat wawasan kebangsaan serta moderasi beragama.
Menurutnya, tema lomba 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam' ini justru tidak hanya kontekstual tapi juga relevan. Selain dilaksanakan dalam rangka memeringati hari Santri, momentumnya juga bertepatan dengan perayaan HUT ke-76 Kemerdekaan RI. "Dua tema tersebut menggabungkan antara aspek keagamaan dengan kebangsaan," kata Karyono dalam keterangannya.
"Saya tidak percaya tema tersebut bermaksud membenturkan agama dengan nasionalisme seperti yang dikatakan Fadli Zon. Pihak yang menyebut tema lomba yang dibuat BPIP membenturkan agama dan nasionalisme justru logika berpikirnya terbalik-balik," ujarnya.
"Hemat saya, tema tersebut justru kontekstual karena realitasnya ada sebagian umat islam tidak melakukan hormat bendera karena dianggap bid'ah. Masalah ini juga masih menjadi perselisihan para ulama, ada ulama yang melarang secara mutlak dan ada ulama yang memperbolehkan," ujarnya.
"Menurut saya, lebih baik BPIP bergeming mempertahankan tema tersebut. Karena dalam perspektif ideologi mereka ini memang berbeda dengan BPIP. Nampak sekali mereka khawatir dengan kehadiran BPIP," ujarnya.
Komentar MUI >>>
Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Cholil Nafis, melontarkan kritik soal lomba tersebut. Menurutnya, BPIP justru akan membuat gaduh masyarakat.
Ia menilai tema lomba tersebut tak paham tentang esensi nasionalisme yang meneguhkan cinta terhadap tanah air.
"Tema tentang hukum mencium bendera sebagai tema lomba dari lembaga negara menunjukan kehilangan arahnya. Tak paham bagaimana tema nasionalisme yang meneguhkan cinta tanah air daripada bikin gaduh," cuit Cholil dalam akun media sosial Twitternya @Cholilnafis.
Komentar Ustadz Cholil Nafis (Twitter @cholilnafis)
Cholil menilai hukumnya sudah jelas bahwa tak ada persoalan dalam Islam untuk hormat terhadap bendera. Ia menilai tema dalam lomba tersebut terkesan mencari musuh.
"Hukumnya clear dan jelas. Kenapa kok malah kesannya cari musuh dan mementahkan keteguhan Pancasila," tambah dia.
Penjelasan Ustadz Adi Hidayat Soal Hormat Bendera >>>
Tokoh agama, Ustadz Adi Hidayat atau UAH, menilai BPIP sebaiknya mengganti tema lomba yang diusung.
“Sah-sah saja kompetisi ini dilakukan dalam konteks memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air. Tapi kita akan melihat apa sesungguhnya yang dihadirkan dalam esensi ini sehingga banyak menimbulkan pandangan beragam,” kata UAH dalam video Tanggapan UAH Tentang Tema Lomba Menulis BPIP di kanal Youtube Adi Hidayat Official.
UAH menjelaskan tema yang dipakai mengundang banyak pertanyaan. Dalam proses pembuatan tema pastinya ada segelintir proses yang dilewati. Namun, dalam konteks ini penyusunan tema tidak memenuhi struktur berpikir yang sempurna. Dia mempertanyakan apa tujuan yang ingin dicapai oleh para panitia.
“Hormat bendera menurut hukum Islam? Sekarang pertanyaannya apakah belum diketahui bagaimana hukum Islam terkait penghormatan bendera. Kalau belum tahu seharusnya bertanya, datang ke ulama atau ke MUI nanti MUI beri fatwa yang akan disosialisasikan,” ujar dia.
Akan tetapi jika tujuan lomba hanya ingin mengklasifikasi ragam pemahaman keislaman masyarakat tentu tidak harus digeneralisasi dengan membuat tema yang umum. Misal, jika BPIP mengetahui ada sudut pandang tertentu sebagian kecil komunitas Muslim yang memandang hormat dalam bendera tidak diperlukan bisa memberikan edukasi atau diadakan dialog.
Sebab ini dinilai lebih sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. “Jadi saya kira dasar pemikirannya sangat lemah mengapa harus memunculkan tema seperti ini,” ucap dia.
Yang paling menarik lagi kata UAH, sasaran lomba ini adalah santri. Sedangkan dalam konstruksi hukum Islam untuk melahirkan sebuah hukum bukan ranah santri. Sebab, santri masih dalam ranah pembelajaran dasar-dasar hukum yang sudah mutlak dan disampaikan oleh ulama berdasarkan refrensi sumber-sumber hukum Islam.
Dalam hukum yang mengatur kehidupan dengan manusia atau muamalah terdiri dari sembilan turunan. Turunan-turunan itu akan dipelajari secara berjenjang berdasarkan tingkat keilmuan dan pendidikan.
“Anda ingin memberikan beban konstruksi hukum pekerjaan ulama kepada para santri yang masih di level dasar? Yang dalam konteks belum masuk untuk merumuskan suatu hukum? Ini yang menjadi persoalan,” tuturnya.
Penjelasan Ustadz Adi Hidayat Soal Penulisan BPIP (Youtube)
UAH menyimpulkan tema yang diajukan dalam lomba menulis BPIP tidak tepat meskipun tujuannya untuk meningkatkan rasa cinta negara atau penguatan keagamaan dalam konteks kebangsaan. UAH mengusulkan BPIP membuat tema lain yang dinilai selaras dengan santri.
Contohnya, peran ulama dalam melahirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Setiap wilayah di Indonesia bisa memunculkan ulamanya masing-masing.
“Kalau kita mempunyai niat yang sama, nilai kebangsaan dalam perspektif keagamaan, saya kira lebih baik cari tema yang sesuai. Tema diganti yang sesuai dengan karakteristik santri dan kebutuhan santri sehingga bisa melahirkan genersi terbaik,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News