Hadir 3 Mural Kritik Pemerintah, Stafsus Faldo: Lapar, Beli Makan

  • Arry
  • 14 Agt 2021 13:05
Ilustrasi Mural(visual jalanan/visualjalanan.org)

Masyarakat ramai menggunakan media mural atau lukisan di tembok untuk melontarkan kritik terhadap pemerintah.

Namun, sejumlah mural yang mengandung kritik di beberapa daerah langsung dihapus aparat.

Mural-mural ini hadir di tengah pandemi Covid-19. Kehadiran mural ini disebut-sebut sebagai aspirasi masyarakat atas kebijakan Pemerintah dalam menghadapi dan melawan virus covid-19 yang melanda RI.

Banyak warga yang harus kehilangan pekerjaan akibat pandemi yang tak kunjung selesai ini. Tak jarang juga masyarakat yang harus kehilangan keluarganya akibat virus Covid-19.

Berikut sejumlah mural yang berisi kritik:

1. Mural 'Jokowi 404: Not Found'

Mural Jokowi 404 Not Found (Foto: Polres Metro Tangerang)

Mural yang tergambar di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang ini telah dihapus oleh aparat gabungan setempat beberapa hari lalu. Gambar tersebut sebelumnya memperlihatkan gambar wajah yang mirip dengan Jokowi namun pada bagian matanya ditutupi dengan tulisan 404: Not Found dan berlatar merah. Kini, pelaku pun tengah mencari pelaku yang menggambar mural tersebut.

2. Mural 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit'
Pemerintah Kabupaten Pasuruan menghapus mural dengan tulisan, 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' dengan dua karakter yang tergambar di dinding rumah warga. Mural itu digambar di sebuah dinding rumah kosong.

Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan Bakti Jati Permana mengatakan, mural itu dianggap melanggar peraturan daerah dan dinilai provokatif.

3. Mural 'Tuhan Aku Lapar'

Mural Tuhan Aku Lapar (Istimewa)

Kalimat 'Tuhan Aku Lapar' ditulis di sebuah dinding dengan ukuran font besar dan berwarna putih ini muncul di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang pada akhir Juli 2021. Oleh kepolisian setempat pun gambar ini dihapus.

Masyarakat pun sempat ramai membicarakan perihal tiga mural yang dihapus tersebut di media sosial. Mereka menyayangkan sikap aparat yang menghapus gambar-gambar tersebut.

Faldo Maldini: Kalau Lapar Beli Makan, bukan Cat >>>

 

Faldo Maldini: Kalau Lapar Beli Makan, bukan Cat

Aktivis yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini berkomentar mengenai maraknya mural yang berisi pesan-pesan soal pandemi, kondisi ekonomi, dan kebijakan pemerintah terkait PPKM.

Salah satu mural yang menjadi sorotan adalah yang bertuliskan "Tuhan aku lapar" di Tangerang. Belakangan, mural itu sudah dihapus aparat setempat.

"Lapar kita beli makan, bukan beli cat," kata Faldo dalam wawancara dengan tvOne, Jumat, 13 Agustus 2021.

Faldo menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak pernah takut di-bully, atau dikata-katai seperti king of lip service, PKI, China dan lain-lain. Dia menyebut Jokowi juga tidak marah.

"Yang ada dalam pikiran Pak Jokowi adalah selalu ingin bertemu rakyat, pandemi membaik. Itu fokus pemerintah," kata dia.

Faldo menegaskan fokus pemerintah yang utama hari ini bukan soal mural. Dia mempersilakan masyarakat membuat mural sebanyak-banyaknya asalkan disampaikan ke pemda setempat karena sudah ada aturannya.

"Mural yang dikonsep, dikoordinasikan ke pemda bukan tindakan yang vandalis. Justru menyemarakkan ruang kota," kata Faldo.

Namun, Faldo mengatakan bagi mural yang dibuat di tempat-tempat yang dilarang, atau tidak memenuhi aturan maka bisa masuk kategori tindakan vandalisme, dan melanggar KUHP. Selain itu, dia juga mengingatkan kemungkinan adanya provokasi dan adu domba.

Jangan Hanya Mau Dipuji >>>

 

Jangan Hanya Mau Dipuji

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, ikut berkomentar soal maraknya mural tersebut. Refly mengaku heran dengan fenomena dihapusnya mural viral 'Tuhan Aku Lapar' dan tulisan sejenis di berbagai wilayah.

Dia menyebut, bahwa setiap orang harus lihat secara paradigma antara kritik dan pujian itu punya nilai yang sama.

"Jangan sampai pemerintah dipuji mau tapi dikritik enggak mau. Itu soal substansinya, kebebasan orang nyatakan pendapat lisan, dan tulisan," kata dia di AKI.

Walau begitu, Refly tentu tak berburuk sangka. Dia ikut mempertanyakan apakah daerah itu memang merupakan daerah yang dilarang coret-mencoret karena alasan lingkungan. Atau justru sebaliknya, itu merupakan daerah yang masih boleh membuat mural seperti demikian.

"Harus pastikan dulu kalau tempat itu adalah tempat orang boleh sampaikan pesan, baik pujian atau kritik. Kalau kritik dihapus, pujian tak dihapus nah itu baru berarti ada inkonsistensi, berarti isi pesannya (yang salah)," katanya lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait