Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia (UI). PP No.68/2013 pun diubah menjadi PP 75/2021.
Dalam PP yang baru, posisi Rektor UI diperbolehkan merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Dengan aturan ini, Ari Kuncoro, sah rangkap jabatan sebagai Rektor UI dan wakil komisaris utama independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Berdasarkan salinan PP, ketentuan tentang rangkap jabatan ini tertuang dalam Pasal 39 PP Nomor 75 Tahun 2021. Di aturan sebelumnya atau PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI, hal itu diatur di Pasal 35.
Berikut perbedaannya:
- Pasal 35 PP Nomor 68 Tahun 2013:
Rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
c. pejabat pada badan usaha mili negara/daerah maupun swasta;
d. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik, dan/atau
e. pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
- Pasal 39 PP Nomor 75 Tahun 2021 atau statuta terbaru:
Rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai:
a. pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah;
c. direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta; atau
d. pengurus/anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.
Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI), Saleh Husin mengatakan, pihaknya baru terima salinannya PP tersebut.
"Dan akan kami pelajari terus dirapatkan di MWA, juga kami harus berterima kasih kepada pemerintah karena akhirnya statuta yang baru tersebut dapat menjadi pegangan untuk UI berlari lebih kencang lagi guna mengejar ketertinggalan menuju universitas kelas dunia," kata Saleh Husin.
"Seingat saya proses revisi statuta UI sudah sejak akhir 2019. Semua proses tentu sesuai mekanisme dan tata aturan yang berlaku," tambahnya.
Rangkap jabatan yang dilakukan Ari Kuncoro ini terungkap paska kasus unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI di media sosial yang menjuluki Presiden Jokowi sebagai 'The King of Lip Service'.
(Baca Juga: Ramai-ramai Mahasiswa Kritik Jokowi, BEM FISIP UGM: Kami Dukung Jokowi, tapi Bohong!)
Publik pun mengaitkan pemanggilan itu dengan posisi Ari Kuncoro di perusahaan pelat merah. Ombudsman Republik Indonesia mengatakan rangkap jabatan ini telah menyatakan bahwa hal tersebut maladministrasi karena melanggar Statuta UI.
Selamatkan Ari Kuncoro?
Keputusan Jokowi merevisi Statuta UI ini mendapat kritikan dari ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri. Menurutnya, Jokowi lebih memilih menyelamatkan Ari Kuncoro ketimbang Universitas Indonesia.
"Lebih penting menyelamatkan Prof. Ari Kuncoro ketimbang memajukan UI. Luar biasa Presiden @jokowi," ujar Faisal dalam cuitannya, Selasa, 20 Juli 2021.
Saat kasus Ari mencuat versus BEM mencuat, Faisal memberikan dukungan terhadap para mahasiswa. Faisal meminta agar BEM UI tak gentar melayangkan kritik.
"Leon (Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra), dkk (dan kawan-kawan) jangan gentar. Kalian pantas muak dengan keadaan negeri. Tahu kan mengapa rektor takut dengan sikap kalian," ujar Faisal Basri.
Menurut Faisal Basri, sebelum melontarkan kritik, BEM UI dibekali dengan riset-riset ilmiah. BEM, kata dia, memiliki departemen kajian strategis. Budaya kritik dengan data ilmiah pun berlangsung dari dulu sampai sekarang. Adapun departemen kajian strategis tak hanya berfokus di fakultas, melainkan lintas ilmu.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, menilai keputusan tersebut menyedihkan. Menurutnya, keputusan itu membuat institusi kampus harus tunduk oleh kepentingan pribadi.
"Ini menyedihkan. Institusi harus tunduk pada kepentingan pribadi," ujar Mardani kepada wartawan, Selasa (20/7).
Mardani menentang rangkap jabatan rektor Universitas Indonesia. Dia menilai, seharusnya Ari fokus mengurus salah satu jabatannya. Menjadi rektor harus komitmen untuk membesarkan Universitas Indonesia. Mengurus BUMN pun harus memiliki waktu sepenuhnya.
"Mengurus UI yang besar dan jadi tumpuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa saja sudah amanah besar. Perlu waktu sepenuhnya. Begitu juga mengurus BUMN dan BUMD dan lain-lain," ujar Mardani.
Menurutnya, aturan baru Statuta UI soal rangkap jabatan Rektor UI merupakan bentuk transaksi kekuasaan sehingga harus dikecam dan digugat. "PP yang membolehkan selain direksi menurut saya satu transaksi kekuasaaan yang harus dikecam dan digugat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News