Kasus Covid-19 bertambah 635.875 di dunia per Rabu, 11 Agustus 2021. Penambahan terbanyak terjadi di Amerika Serikat yakni 93.471 kasus. Hal tersebut didasarkan pada data Worldometers.info.
Penambahan kasus terbanyak kedua terjadi di India yakni 43.641 kasus, disusul Iran sebanyak 42.541 orang. Sementara Indonesia menambah 30.625 kasus baru Covid-19.
Untuk angka kematian, terjadi 9.612 pasien meninggal akibat Covid pada Rabu (11/8). Indonesia menyumbang angka kematian tertinggi yakni 1.579 orang. Disusul Brasil sebanyak 1.123 orang, dan Rusia sebanyak 799 kasus.
Adapun, jumlah orang sembuh dari Covid-19 bertambah 553.437 orang. Angka kesembuhan tertinggi di Brasil 70.108 orang, disusul India 41.905 orang, dan Indonesia 39.931 orang.
Sedangkan di Amerika Serikat, yang tercatat sebagai penyumbang terbanyak kasus Covid-19, mencatat 614 orang meninggal. Sementara, Indonesia memiliki tambahan kasus Covid-19 sebanyak 30.625 orang dengan angka kematian 1.579 orang.
Angka kematian di Indonesia di masa PPKM Level 4 ini selalu berada di atas 1.000 kasus. Rata-rata kematian 1.500 orang sehari di Indonesia.
Secara kumulatif kasus Covid-19 di dunia hingga saat ini 209.371.389 orang, angka kematian 4.336.000 orang, dan angka kesembuhan 184.412 orang.
Singkirkan Data Kematian >>>
Singkirkan Data Kematian
Menteri Koordiantor Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa berdasarkan evaluasi PPKM masa sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan indikator kematian dari penilaian.
“Karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian,” ujarnya.
Sebagai solusi, sambung Luhut, pemerintah tengah bekerja keras untuk melakukan harmonisasi data dan perbaikan Sistem Informasi Pelacakan atau Silacak.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menjelaskan, tidak dimasukkannya data kematian hanya untuk sementara.
"Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian," kata Jodi melalui keterangan resmi, Rabu (11/8/2021).
Dia menjelaskan bahwa pemerintah menemukan banyak angka kematian akibat Covid-19 yang ditumpuk-tumpuk atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat.
"Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," ujarnya.
Data yang bias ini, imbuhnya, menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah. Alhasil pemerintah sementara waktu meniadakan data kematian dalam indikator penilaian PPKM.
Selain itu, bahwa data yang terlambat tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak terupdate lebih dari 21 hari.
"Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate," jelasnya.
Dia menegaskan bahwa pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat. Saat ini pihaknya sedang merasakan data yang masuk.
"Nanti akan diinclude [dimasukkan] indikator kematian ini jika data sudah rapi," ungkapnya.
Sebab itu, sementara waktu pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti tingkat pemanfaatan tempat tidur, kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing) dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News