Letusan Gunung Anak Krakatau pun mengalami perubahan tipe. Semula dominan abu menerus. Kini menjadi tipe atrikbolian menghasilkan lontaran lava pijar pada tanggal 17 April 2022.
"Data emisi SO2 berdasarkan pantauan satelit Sentinel-5 (Tropomi) menunjukkan emisi SO2 mulai teramati pada 14 April dengan SO2 sebesar 28,4 ton/hari, 15 April 68,4 ton/hari, 17 April semakin meningkat dengan 181,1 ton/hari dan 23 April melonjak drastis dengan 9219 ton/hari," bunyi kutipan selanjutnya.
Gunung Anak Krakatau mulai muncul di Perairan Selat Sunda sejak Juni 1927. Sejak kelahirannya, gunung itu sering mengalami letusan.
Kemudian pada 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau mengalami letusan yang menyebabkan tsunami. Letusan itu juga menyebabkan runtuhnya tubuh Gunung Anak Krakatau di bagian barat daya.
Akibat letusan itu, Gunung Anak Krakatau yang sebelumnya memiliki ketinggian 338 meter di atas permukaan laut, turun menjadi 110 meter. Namun, kini ketinggian Gunung Anak Krakatau mulai meningkat menjadi 157 meter di atas permukaan laut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News