Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng.
Sebagai penyelenggara negara, Indrasari Wisnu diharuskan memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara alias LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan data LHKPN, Indrasari pernah melaporkannya pada 19 Maret 2021.
Laporan itu disampaikan saat Indrasari Wisnu Wardhana menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga. Kekayaannya saat itu tercatat mencapai Rp 4,4 miliar.
Mengutip dari laman LHKPN KPK, Indrasari Wisnu diketahui memiliki dua rumah di Tangerang Selatan dan di Bogor dengan total nilai Rp 3,35 miliar.
Baca Juga
Sosok Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen Kemdag yang Jadi Tersangka Mafia Minyak Goreng
Wisnu juga memiliki kekayaan berupa kendaraan yakni satu unit mobil Honda Civic dan motor Honda Scoopy dengan nilai Rp 445,5 juta. Harta bergerak lainnya yang dimiliki Indrasari Wisnu sebesar Rp 68 juta dan kas senilai Rp 872 juta.
Indrasari Wisnu diketahui memiliki utang sebanyak Rp 248 juta. Sehingga total harta Indrasari Wisnu setelah dikurangi utang adalah Rp 4,4 miliar.
Indrasari Wisnu menjadi tersangka karena diduga menerbitkan izin ekspor kepada tiga perusahaan kelapa sawit produsen minyak goreng. Tindakannya itu membuat minyak goreng langka dan mahal di pasaran.
Selain Indrasari Wisnu, kejaksaan juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Stanley MA (SMA); dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Picare Togare Sitanggang (PT).
Baca Juga
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Jadi Tersangka Mafia Minyak Goreng
Para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum sebagai berikut:
1. Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor;
2. Dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat yaitu
a. Mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO);
b. Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor).
"Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta, Selasa, 19 April 2022.
Siapa tiga produsen yang bosnya menjadi tersangka kasus mafia minyak goreng? Berikut profilnya:
1. PT Wilmar Nabati Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia adalah perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Mereka bergerak dalam pengolahan dan merchandiser minyak sawit serta laurat.
PT Wilmar Nabati memiliki sekitar 160 pabrik dengan 67 ribu karyawan yang tersebar di 20 negara. Namun, pusat produksinya difokuskan berada di Indonesia, Malaysia, China, India, dan Eropa.
Di Indonesia, PT Wilar Nabati memiliki perkebunan yang berada di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Di Indonesia PT Wilmar memproduksi sejumlah merek minyak goreng sperti Sania Royale dan Fortune.
2. Permata Hijau Group
Permata Hijau Group berdiri pada 1984 dengan memiliki bisnis inti di perkebunan kelapa sawit. Mereka juga memproduksi sejumlah merek minyak goreng seperti Panina, Permata, Palmata dan Parveen.
3. PT Musim Mas
Musim Mas Grup merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di dunia. Perisahaan ini berpusat di Singapura dengan jaringan yang tersebar di 13 negara.
Musim Mas ini juga merupakan perusahaan kelapa sawit yang sudah disertifikasi oleh Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO). Mreka juga telah mendapat sertifikasi dari Palm Oil Innovation Group (POIG) pada 2019.
PT Musim Mas memproduksi sejumlah merek minyak goreng seperti SunCo, Margareta, Surya Gold, dan Rajni Gold.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News