Identitas Harun Masiku sampai saat ini belum masuk di web Interpol https://www.interpol.int/en. Padahal tersangka suap KPU itu sudah masuk red notice atau daftar buronan internasional sejak 30 Juli 2021.
Ses National Central Bureau Interpol, Brigjen Amur Chandra, menjelaskan, nama Harun Masiku sebenarnya sudah masuk dalam sistem internal Interpol. Namun, karena alasan kecepatan, nama Harun Masiku tak dipublis di situs Interpol yang bisa diakses oleh umum.
“Penyidik saat kita melakukan gelar perkara tidak meminta di-publish karena untuk kecepatan,” kata Amur di Jakarta, Selasa, 10 Agustus 2021.
Baca Juga:
Nama Harun Masiku Tak Masuk Web Daftar Buronan Interpol
Agus menjelaskan, ketentuan data buronan di-publish atau tidak tergantung permintaan dari pihak yang bersangkutan, yakni KPK. Pemasangan data bukan kewenangan Interpol.
Menurut Amur, berdasarkan kesepakatan penyidik KPK dan Polri, memutuskan data Harun Masiku tak di-publish di website umum. Dia mengeklaim telah masuk ke data sistem Interpol yang bisa diakses semua anggota.
“Sistem kita. Apakah kita mau mem-publish atau tidak. Penyidik saat itu mengatakan tak perlu di-publish karena (untuk) kecepatan. Bersama-sama kita (penyidik KPK dan Polri) saat melakukan gelar perkara,” ujar Amur.
Saat disinggung alasan kenapa red notice Harun Masiku baru terbit sebulan belakangan ini, kata Amur, hal itu tergantung dari permintaan KPK.
“Tergantung dari peminta bukan kami menentukan. Ini kasus KPK jadi permintaan dari KPK kepada kita, kita prosesnya,” ucapnya.
Perjalanan Kasus Harun Masiku
Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka suap komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sejak Januari 2020. Suap diberikan agar Wahyu memudahkan langkah politikus PDIP itu bisa melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR jalur PAW.
Perburuan terhadap Harun ini bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan soal perkara ini pada 8 Januari 2020. Dalam operasi senyap itu, Tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat sebagai tersangka. Para tersangka itu ialah Harun Masiku, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.
Sementara Harun, sudah menghilang sejak OTT itu berlangsung. Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Tim gagal menangkap karena diduga ditahan oleh sejumlah anggota kepolisian.
Kasus suap bermula ketika caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal. Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu.
Namun, karena dia meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatera Selatan.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun Masiku. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky.
Suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut. Hingga kini, Harun Masiku masih buron.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News