Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pemborosan dana belanja tidak terduga untuk pengadaan respirator atau masker N95 pada 2020.
"Masalah itu mengakibatkan pemborosan terhadap keuangan daerah senilai Rp 5,85 miliar." Demikian laporan BPK yang terbit 28 Mei 2021.
BPK merinci, masalah tersebut bermula saat pejabat pembuat komitmen bekerja sama dengan dua perusahaan untuk pengadaan masker N95.
Awalnya, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menggandeng PT IDS sebagai penyedia masker N95. Dinas tiga kali mengikat kontrak dengan PT IDS untuk pengadaan 89 ribu lembar masker.
PT IDS menyediakan masker respirator N95 Respirator Plus dengan merk Respokare. Rinciannya sebagai berikut:
1. 39 ribu masker dengan harga Rp 70 ribu/lembar, sehingga total nolai kontrak Rp 2,73 miliar. Kontrak dimulai 3 Agustus 2020.
2. 30 ribu masker dengan harga Rp 60 ribu/lembar, sehingga total nolai kontrak Rp 1,8 miliar. Kontrak dimulai 28 September 2020.
3. 20 ribu masker dengan harga Rp 60 ribu/lembar, sehingga total nolai kontrak Rp 1,2 miliar. Kontrak dimulai 1 Oktober 2020.
Setelah itu, pejabat pembuat komitmen kembali meneken kontrak dengan penyedia lain, yakni PT ALK. PT ALK mengadakan 195 ribu respirator N95 Niosh Particulate Respirators dengan merk atau tipe Makrite 9500-N95.
Total nilai kontraknya Rp 17,55 miliar dengan harga per masker Rp 90 ribu. Kontrak ini dimulai pada 9 November 2020.
Menurut BPK, kedua merk masker N95 ini pemegang sertifikasi dari Food and Drug Administration (FDA) dan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Artinya, masker yang disediakan PT IDS dan PT ALK sama-sama memenuhi syarat sebagai respirator jenis N95.
"Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua respirator sama-sama memenuhi kualitas mutu," demikian laporan BPK.
Namun, pejabat pembuat komitmen tidak melanjutkan kerja sama dengan PT IDS. Pejabat pembuat komitmen justru memesan masker N95 dengan harga lebih mahal kepada PT ALK.
BPK berpendapat, pejabat pembuat komitmen seyogiyanya mengedepankan asas paling menguntungkan negara dalam pengadaan ini. Pejabat seharusnya bisa melakukan negosiasi dengan PT ALK, minimal mendapatkan harga yang sama dengan masker dari PT IDS, atau bahkan lebih rendah.
"Sehingga dapat menghemat anggaran keuangan daerah senilai Rp 5,85 miliar."
Angka Rp 5,85 miliar ini diperoleh dari selisih harga antara pengadaan masker N95 oleh PT ALK dengan total Rp 17,55 miliar (195 ribu lembar x Rp 90 ribu) dikurangi harga yang ditawarkan PT IDS (195 ribu lembar x Rp 60 ribu) yang totalnya Rp 11,7 miliar.
Padahal, jika pejabat pembuat komitmen bekerja sama dengan PT IDS, Dinas Kesehatan dapat memperoleh masker tambahan sebanyak 97.500 lembar dengan harga satuan Rp 60 ribu.
BPK menilai pejabat pembuat komitmen tidak cermat mengelola keuangan daerah secara ekonomis dalam pengadaan masker N95. BPK merekomendasikan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti untuk menginstruksikan pejabat pembuat komitmen lebih cermat mengelola keuangan daerah.
Baca Juga:
- PPKM Level 4 'Paksa' iBox Jualan iPhone 12 di Pinggir Jalan Pakai Vespa
- PPATK Pastikan Bilyet Rp2 Triliun Donasi Akidi Tio Bodong
- Ibu-ibu Protes Tayangan Bola Voli Olimpiade, Apalagi Ditayangkan di Slot Mama Dedeh
- 10 HP Paling Ngebut Versi AnTuTu Juli 2021, Black Shark 4 Pro Jadi Juara
- Misteri Duit Rp16 Triliun Akidi Tio di Singapura dan Proyek Istana Presiden
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News