Jaksa Pinangki Sirna Malasari kembali menjadi sorotan. Hingga kini Pinangki belum juga dieksekusi oleh kejaksaan usai hukumannya disunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Padahal, saat ini kasus suap yang melibatkan Jaksa Pinangki sudah berkekuatan hukum tetap alias in kracht setelah jaksa tidak mengajukan kasasi pada awal Juli 2021. Namun, jaksa fungsional di Kejaksaan Agung itu hingga kini masih menghuni rutan Kejaksaan Agung.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI menduga Pinangki mendapat perlakuan khusus. Pinangki diduga hingga kini masih berada di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, seharusnya Pinangki dijebloskan ke Rutan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Dia menilai perlakuan spesial penahanan Pinangki itu adalah bentuk disparitas penegakan hukum yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan anak buahnya.
Dia mengaku, akan melaporkan informasi ini ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan dan Komisi Kejaksaan (Komjak).
"Jelas kejaksaan melakukan disparitas penegakan hukum. Kami akan lapor Jamwas dan Komjak atas perkara ini," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
Baca Juga: Kompak! Setelah Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra Juga Dapat Diskon Hukuman
Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan publik, ada apa dengan Kejagung dan Pinangki. Boyamin Saiman menyebut bahwa perlakuan spesial penahanan Pinangki tersebut merupakan bentuk disparitas penegakan hukum yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan anak buahnya.
"Meminta JPU segera eksekusi Pinangki ke Lapas Wanita Pondok Bambu atau Lapas Wanita lainnya," ucap Boyamin.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono Budi Santoso, menjelaskan kenapa Jaksa Pinangki belum juga dieksekusi.
"Sebenarnya enggak ada apa-apa, hanya masalah teknis dan administratif di Kejari Jakarta Pusat," kata Riono kepada awak media, Senin, 2 Agustus 2021.
Riono menyatakan pihaknya menunggu keputusan jaksa penuntut umum lantaran hukuman Pinangki di tingkat banding dikurangi menjadi 4 tahun penjara, dari 10 tahun penjara sebagaimana vonis Pengadilan Tipikor Jakarta.
Keputusan itu bertalian akan atau tidaknya mengajukan kasasi. Ternyata tim JPU tidak mengajukan upaya hukum kasasi, meski hukuman Pinangki dipangkas menjadi 4 tahun di PT DKI Jakarta.
"Sebelumnya kami memang terlebih dulu memastikan apakah mengajukan kasasi atau tidak," kata Riono.
Karena itu, Riono memastikan pihaknya segera mengeksekusi Pinangki ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur untuk menjalani 4 tahun penjara. "Tapi insya Allah nggak ada masalah, Iya segera dieksekusi," kata Riono.
Boyamin pun tidak puas dengan jawaban tersebut. Menurutnya, kejaksaan terlalu menyepelekan kasus Pinangki yang telah membuat babak belur muka hukum Indonesia.
"Nah jadi alasan, istilahnya itu banyak kerjaan, ya memang tugasnya Kejaksaan memang bekerja dan termasuk melakukan eksekusi. Jadi ini alasan yang tidak logis dan alasan yang sekadar dicari-cari alasan saja kalau banyak kerjaan sampai tahun depan juga masih banyak pekerjaan dan tidak akan ada eksekusi," kata Boyamin.
Boyamin menerangkan perkara terhadap Pinangki sejatinya telah dinyatakan inkrah pada 6 Juli lalu. Jika dihitung, kata Boyamin, sudah 3 pekan lebih Pinangki tak kunjung dieksekusi ke lapas oleh pihak Kejaksaan.
"Jadi kalau mestinya itu di minggu pertama tanggal 7 sampai tanggal sekitar tanggal 12 itu mestinya ya sudah dilakukan eksekusi minggu pertama itu," tutur Boyamin.
Perjalanan Kasus Jaksa Pinangki
Pinangki Sirna Malasari, sebelumnya berstatus sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasusnya terungkap saat fotonya bersama Djoko S Tjandra dan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko S Tjandra, viral di media sosial.
Dugaan pertemuan Pinangki dan Djoko S Tjandra tersebut dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan dalam foto terjadi sekitar 2019 di Kuala Lumpur untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko S Tjandra.
Berdasarkan laporan itu, Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan Djoko S Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengatakan, dari hasil pemeriksaan internal, terbukti bahwa Pinangki telah melakukan pelanggaran disiplin.
"(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019," kata Hari.
Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan Pinangki sebagai tersangka tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Pinangki kemudian ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung pada 11 Agustus 2020 malam. "Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus berdasarkan bukti permulaan yang cukup tadi malam menetapkan tersangka dengan inisial PSM," ujar Hari Setyono, dikutip dari Antara, 12 Agustus 2020.
Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya. Majelis kemudian menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta kepada Pinangki.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Pinangki kemudian melayangkan banding ke PT DKI Jakarta. Permohonan Pinangki pun dikabulkan Majelis hakim. Hukuman Pinangki kemudian disunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Ada beberapa pertimbangan dari hakim:
Pertama, Pinangki dinilai telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa. Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik.
Kedua, Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Atas putusan itu, sejumlah pihak telah mendesak jaksa penuntut umum agar mengajukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Namun, JPU memutuskan tidak akan mengajukan kasasi karena menganggap bahwa putusan itu sudah sesuai dengan tuntutan JPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News