Perjalanan Kasus Jaksa Pinangki
Pinangki Sirna Malasari, sebelumnya berstatus sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasusnya terungkap saat fotonya bersama Djoko S Tjandra dan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko S Tjandra, viral di media sosial.
Dugaan pertemuan Pinangki dan Djoko S Tjandra tersebut dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan dalam foto terjadi sekitar 2019 di Kuala Lumpur untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko S Tjandra.
Berdasarkan laporan itu, Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan Djoko S Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengatakan, dari hasil pemeriksaan internal, terbukti bahwa Pinangki telah melakukan pelanggaran disiplin.
"(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019," kata Hari.
Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan Pinangki sebagai tersangka tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Pinangki kemudian ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung pada 11 Agustus 2020 malam. "Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus berdasarkan bukti permulaan yang cukup tadi malam menetapkan tersangka dengan inisial PSM," ujar Hari Setyono, dikutip dari Antara, 12 Agustus 2020.
Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya. Majelis kemudian menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta kepada Pinangki.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Pinangki kemudian melayangkan banding ke PT DKI Jakarta. Permohonan Pinangki pun dikabulkan Majelis hakim. Hukuman Pinangki kemudian disunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Ada beberapa pertimbangan dari hakim:
Pertama, Pinangki dinilai telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa. Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik.
Kedua, Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Atas putusan itu, sejumlah pihak telah mendesak jaksa penuntut umum agar mengajukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Namun, JPU memutuskan tidak akan mengajukan kasasi karena menganggap bahwa putusan itu sudah sesuai dengan tuntutan JPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News