MK Tangguhkan UU Omnibus Law, Perintahkan Pemerintah Perbaiki dalam 2 Tahun

  • Arry
  • 25 Nov 2021 16:11
Ilustrasi Putusan Pengadilan(Daniel_B_photos/pixabay)

Mahkamah Konstitusi untuk sementara menangguhkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang dikenal sebagai Omnibus Law. Mahkamah pun memerintahkan pemerintah segera memperbaiki UU itu dalam waktu 2 tahun.

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis, 25 November 2021.

"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar usman.

Jika dalam waktu dua tahun belum diperbaiki, maka UU Omnibus Law otomatis tidak berlaku. "Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," jelas Mahkamah.

Meski demikian, MK menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku hingga masa dua tahun. "Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini," jelasnya.

Terkait putusan ini, Menteri Koordinatir bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyatakan selama perbaikan UU Cipta Kerja tetap berlaku.

"Putusan MK dibacakan agar pemerintah tak terbitkan aturan baru yang bersifat strategis sampai perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja. Dengan demikian, peraturan perundangan yang berlaku UU Cipta Kerja tetap berlaku," kata Airlangga.

Pemohon

Perkara ini diajukan lima pemohon. YTakni karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.

Dalam permohonannya, Hakiimi menyatakan dirinya khawatir berlakunya UU Cipta Kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai pekerja kontrak.

Hakiimi mengaku mengalami kerugian konstitusional berupa terpangkasnya waktu istirahat mingguan, mengahpus sebagian kebijakan pengupahan, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

Sementara itu, Novita Widyana selaku pemonohn II menyatakan khawatir akan masa depannya setelah lulus dari SMA. Menurutnya, dengan berlakunya UU Cipta Kerja dia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.

Sedangkan pemohon III, IV, dan V yang merupakan mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito merasa dirugikan karena sektor pendidikan juga diatur dalam UU Cipta Kerja.

Mereka menilai, hal ini bisa membuka peluang pendidikan dijadikan ladang bisnis.


Selanjutnya Putusan lengkap Mahkamah Konstitusi terkait UU Omnibus Law >>>

 

Amar Putusan

Dalam Provisi:

  1. Menyatakan Permohonan Provisi Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
  2. Menolak Permohonan Provisi Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI.

Dalam Pokok Permohonan:

  1. Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;

  2. Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;

  3. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;

  4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;

  5. Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;

  6. Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;

  7. Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

  8. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

  9. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.


Pemohon:

Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Ali Sujito, Muhtar Said, S.H., M.H., Migrant CARE (yang diwakili oleh Ketua dan Sekretaris), Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat (yang diwakili oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum), dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang diwakili oleh Ketua (Imam) Mahkamah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait