Kampus Universitas Indonesia atau UI diguncang isu pelecehan seksual. Pelakunya diduga adalah salah satu guru besar Universitas Indonesia.
Kasus ini muncul saat seorng pengguna Twitter @IbnuTarsip mengungkapkan dugaan pelecehan seksual itu. Akun tersebut mengungkapkan guru besar tersebut berinisial BM dan mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau FISIP UI.
Menurutnya, kasus ini sudah terjadi bertahun-tahun dan hanya menjadi gosip. Namun kini semuanya terungkap setelah terbitnya Permedikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"The iceberg has cracked (gunung es akan terbongkar)," cuit @IbnuTarsip.
Dugaan pelecehan seksual di Universitas Indonesia
UI buka suara soal dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan BM, Guru Besar yang mengajar di FISIP UI. Agustin Kusumayati selaku Sekretaris UI mengatakan, UI sudah memiliki kode etik terkait pencegahan kekerasan seksual.
Baca Juga
Menteri Nadiem Keluarkan Aturan yang Diduga Legalkan Seks Bebas di Kampus, Ini Isinya
"UI telah memiliki Kode Etik dan Kode Perilaku (Peraturan Rektor Universitas Indonesia/PRUI No 14 tahun 2019) yang mengikat seluruh Warga UI, baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan," kata Agustin dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 November 2021.
"Dalam menangani berbagai dugaan pelanggaran, hak dari korban dan hak dari terduga pelaku sama-sama dijaga dan dihormati," ujarnya.
"Tidak hanya mencakup pelarangan kekerasan seksual, melainkan mencakup pula larangan untuk melakukan segala bentuk pelecehan dan perundungan, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual," tegasnya.
Baca Juga
Ketua MUI Minta Pasal Pelegalan Seks Bebas Pada Aturan Menteri Nadiem Dicabut
Menurutnya, UI segera membentuk Satuan Tugas anti kekerasan seksual yang akan menindaklanjuti semua laporan tindak kekerasan seksual di kampus UI.
"Setiap laporan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual, kami upayakan penyelesaikannya sedemikian rupa, sehingga dapat menjaga dan menghormati hak-hak korban maupun terduga pelaku," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News