Seorang istri bernama Valencya alias Nengsy Lim, terancam pidana penjara selama 1 tahun. Dia dituntut pidana karena hanya memarahi suaminya, Chan Yu Ching, yang suka mabuk.
Pengacara Valencya, Irwan Kurniawan, menjelaskan, kasus ini bermula saat hubungan rumah tangga kliennya dengan suaminya sering cekcok. Apalagi suaminya sering mabuk.
Valencya yang merupakan keturunan, memarahi suaminya yang sering mabuk-mabukan dengan bahasa khek. Suaminya yang berasal dari Taiwan salah paham soal bahasa yang digunakan. Dia mengira, bahasa yang dipakai Valencya terlalu kasar.
Dilaporkan ke Polda Jawa Barat
Valencya pun dilaporkan ke Polda Jawa Barat pada September 2020. Dia diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT psikis. Status Valencya kemudian meningkat menjadi tersangka pada 11 Januari 2021.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago, menjelaskan soal peningkatan status Valencya menjadi tersangka.
"Jadi kan itu ada beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh Direktorat Kriminal Umum ya. Kemudian juga kalau tidak salah yang dilaporkan itu masalah Pasal 45 UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga di mana Pasal 45 ini kan terkait masalah melakukan kekerasan psikis dalam lingkungan rumah tangga," kata Erdi A Chaniago, saat dikonfirmasi.
"Nah, ini ada beberapa pertimbangan oleh karena itu kasus berjalan terus. Jadi ada pertimbangan penyidik sehingga kasus tersebut berjalan. Kemudian sekarang ini juga perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan tinggi dan sedang dilakukan proses penuntutan oleh kejaksaan tinggi pada sidang pengadilan saat ini," kata dia.
Perkataan yang menyeret Valencya ke Meja Hijau
Pihak suami, Chan Yung Ching, menyangkal kalau pertengkaran tersebut akibat mabuk-mabukan. Pengacara Chan, Hotma Raja Bernard Nainggolan, menyatakan pertengkaran terjadi karena adanya permasalahan usaha.
Menurutnya, Valencya pun mengusir Chan. Padahal mereka memiliki perusahaan bersama. Chan kemudian diusir dengan kata-kata kasar.
"Menyatakan seperti ini kira - kira, 'Lu keluar dari rumah ini, jangan pulang lagi, jangan sampai-sampai gue lihat muka lu di rumah ini', kira -kira seperti itu," kata Hotma.
Selain itu, Chan juga dipersulit bertemu dengan anaknya. "Dipersulit lah ketemu anak sehingga Pak Chan harus ketemu anak di sekolah," ucap dia.
"Sebenernya sesimpel itu sih masalahnya. Kalau kita bilang masalah besar juga enggak," ujar Hotma.
Didakwa UU KDRT
Kasus ini pun bergulir di pengadilan. Valencya didakwa atas Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 huruf Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Dalam persidangan yang bergulir, pengacara valencya menyebutkan, saksi yang dihadirkan Jaksa meguatkan tuduhan. Saksi ahli bahasa yang dihadirkan menyatakan bahasa Valencya saat pertengkaran dengan suaminya dinilai terlalu kasar.
Namun, Irwan yakin bahwa kliennya tidak mengeluarkan ancaman dengan kata-kata tersebut. "Saksi-saksinya pun mengatakan bahwa ini sudah biasa, Pak. Cuma kondisinya jadi kaya lebay Pak," ungkapnya.
Selanjutnya Valencya dituntut 1 tahun penjara >>>
Dituntut 1 tahun penjara
Persidangan bergulir. Jaksa menuntut Valencya satu tahun penjara atas perkara KDRT psikis.
Valencya mengakui perbuatannya memarahi suaminya. Hal itu karena dia suka mabuk-mabukan.
Menurutnya, kemarahan itu adalah pertengkaran rumah tangga biasa. Namun, ternyata kemarahan itu dijadikan sebagai alat untuk laporan ke polisi.
"Saya enggak nyangka, bukan nangis lagi kayak mau pingsan juga. Engga nyangka karena sudah dituntut gitu saya harus gimana, sedangkan saya ibu tunggal," kata Valencya.
"Ia memang alkoholik, di rumah itu sering minum. Kalau ada temannya itu bisa sampai pagi," ungkapnya.
Kejaksaan Agung temukan pelanggaran
Perkara ini berbuntut panjang. Kejaksaan Agung mencium adanya pelanggaran yang diduga dilakukan jaksa dalam menangani kasus KDRT tersebut.
Sembilan jaksa Kejari Karawang, Kejati Jabar, serta jaksa penuntut umum (JPU) pun diperiksa tim Kejaksaan Agung. Kejagung menilai tim jaksa terbukti menunda pembacaan tuntutan pidana hingga empat kali dengan alasan rencana tuntutan (rentut) dari Kejati Jabar belum turun.
"Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik Kejaksaan Negeri (Kejari Karawang) maupun dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
"Padahal, rentut baru diajukan dari kepala Kejari Karawang ke Kejati Jabar pada 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejati Jabar 29 Oktober 2021. Persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan nota telepon per 3 November 2021. Namun, pembacaan tuntutan pidana oleh JPU pada 11 November 2021," ujarnya.
Diambil alih Kejaksaan Agung
Kejagung akhirnya mengambil alih perkara KDRT psikis dengan terdakwa Valencya.
"Akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus karena telah menarik perhatian masyarakat dan pimpinan Kejaksaan Agung," kata Leonard.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News