Dituntut 1 tahun penjara
Persidangan bergulir. Jaksa menuntut Valencya satu tahun penjara atas perkara KDRT psikis.
Valencya mengakui perbuatannya memarahi suaminya. Hal itu karena dia suka mabuk-mabukan.
Menurutnya, kemarahan itu adalah pertengkaran rumah tangga biasa. Namun, ternyata kemarahan itu dijadikan sebagai alat untuk laporan ke polisi.
"Saya enggak nyangka, bukan nangis lagi kayak mau pingsan juga. Engga nyangka karena sudah dituntut gitu saya harus gimana, sedangkan saya ibu tunggal," kata Valencya.
"Ia memang alkoholik, di rumah itu sering minum. Kalau ada temannya itu bisa sampai pagi," ungkapnya.
Kejaksaan Agung temukan pelanggaran
Perkara ini berbuntut panjang. Kejaksaan Agung mencium adanya pelanggaran yang diduga dilakukan jaksa dalam menangani kasus KDRT tersebut.
Sembilan jaksa Kejari Karawang, Kejati Jabar, serta jaksa penuntut umum (JPU) pun diperiksa tim Kejaksaan Agung. Kejagung menilai tim jaksa terbukti menunda pembacaan tuntutan pidana hingga empat kali dengan alasan rencana tuntutan (rentut) dari Kejati Jabar belum turun.
"Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik Kejaksaan Negeri (Kejari Karawang) maupun dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
"Padahal, rentut baru diajukan dari kepala Kejari Karawang ke Kejati Jabar pada 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejati Jabar 29 Oktober 2021. Persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan nota telepon per 3 November 2021. Namun, pembacaan tuntutan pidana oleh JPU pada 11 November 2021," ujarnya.
Diambil alih Kejaksaan Agung
Kejagung akhirnya mengambil alih perkara KDRT psikis dengan terdakwa Valencya.
"Akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus karena telah menarik perhatian masyarakat dan pimpinan Kejaksaan Agung," kata Leonard.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News