Janji Manis Firli Bahuri Tuntut Mati Koruptor Bansos Covid-19

  • Arry
  • 30 Jul 2021 06:06
Ketua KPK Firli Bahuri(istimewa/twitter)

Tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi sorotan. Sebab, tuntutan 11 tahun penjara bagi terdakwa suap bantuan sosial Covid-19 itu dinilai terlalu ringan.

Dalam sidang tuntutan pada 28 Juli 2021, Jaksa KPK menuntut Juliari Batubara pidana penjara selama 11 tahun. Beserta denda Rp 500 juta, uang pengganti sekitar Rp 14 miliar, hingga pencabutan hak politik selama 4 tahun.

Juliari Batubara dinilai terbukti menerima suap hingga Rp 32 miliar melalui anak buahnya. Suap terkait dengan pengaturan vendor bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19.

Jaksa KPK menilai tindakan Juliari itu telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya adalah penjara seumur hidup atau 20 tahun.

Baca Juga: Korupsi Bansos Covid, Eks Mensos Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara

Banyak pihak kecewa dengan KPK yang tidak menuntut Juliari dengan hukuman maksimal.

"Tuntutan KPK pada terdakwa korupsi Bansos Covid-19 yang hanya 11 tahun sangat mengecewakan," kata mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, dikutip dari akun Twitter pribadinya, Kamis (29/7).

"Ada jarak yang cukup jauh dari ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup. Dan yang paling penting, dalam kondisi pandemi ini, Tuntutan tersebut gagal menimbang rasa keadilan korban bansos Covid-19," ujar Febri.

Kekecewaan ini tentu ada dasarnya. Sebab, Ketua KPK, Firli Bahuri, pernah sesumbar akan menghukum mati pelaku korupsi bantuan sosial Covid-19. Hal ini bahkan sudah disampaikan sejak awal pandemi Covid-19.

Pada 27 Maret 2020, Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengintakan para pejabat bahwa korupsi anggaran penanganan bencana, termasuk penanganan Covid-19, dapat dikenakan hukuman mati.

"Ingat, ancaman hukuman mati koruptor anggaran bencana dan proses pengadaan darurat bencana," ujar Firli dalam keterangan tertulis, Jumat (27/3/2020).

Saat itu, Firli mengatakan penyelamatan jiwa manusia dalam pandemi virus Corona saat ini menjadi prioritas KPK. "Kita dalam keadaan keprihatinan atas bencana corona, mari kita meningkatkan rasa empati, peduli, dengan bangsa ini dengan tidak melakukan korupsi," kata Firli.

Selang beberapa bulan kemudian, Firli kembali mengingatkan para penyelenggara negara agar tidak korupsi dana bansos Covid-19. KPK mengidentifikasi adanya potensi korupsi dana penanganan Covid-19 serta antisipasi yang harus dilakukan.

Pada penyataan itu pula, Firli Bahuri mengultimatum pihak-pihak yang mencoba menyelewengkan dana bansos bakal berhadapan dengan KPK. Ia tak main-main, pelaku bakal dituntut hukuman mati sesuai Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

"Kembali saya ingatkan, jangan pernah berpikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos. KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati," kata Firli pada 29 Agustus 2020.

Pernyataan serupa pun juga ditegaskan Firli usai Juliari ditangkap KPK. Firli menyinggung kembali Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Aturan itu menyatakan, jika suatu tindak pidana korupsi dilakukan dalam kondisi tertentu maka bisa dijatuhkan pidana mati. "Kita juga paham pandemi Covid-19 ini telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana nonalam. Sehingga kami tidak berhenti sampai di sini. Tentu kami akan bekerja berdasarkan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tersebut," kata Firli dalam konferensi pers secara daring pada Minggu (6/12/2020).

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi".

Firli mengaku, KPK masih harus bekerja keras untuk bisa membuktikan adanya pelanggaran sebagaimana yang dimaksud oleh aturan itu. "Malam ini yang kita lakukan ini adalah berupa tindak pidana dugaan penerima suap oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," ucap Firli.

Tak hanya Firli Bahuri, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej juga pernah menyebut Juliari layak dituntut ancaman hukuman mati. "Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Eddy.

Namun, hingga kini KPK hanya menjerat Juliari Batubara dengan Pasal 12 huruf b UU Tipikor. Bukan Pasal 2 UU Tipikor yang mengatur soal pidana mati. Tuntutan kepada Juliari pun bukan tuntutan maksimal seperti yang ditulis dalam Pasal 12 huruf b UU Tipikor.

KPK mengaku sedang membuka penyelidikan baru terkait bansos. Namun hingga kini belum diketahui kejelasannya.

Proses hukum KPK terhadap Juliari Batubara terus bergulir hingga sidang di Pengadilan Tipikor. Namun, pernyataan Firli Bahuri seakan tetap jadi wacana.

 

Sesumbar

Pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan, Sujanarko, pun ikut berkomentar soal tuntutan jaksa terhadap Juliari Batubara.

"Dasar besarnya tuntutan ini tidak sesuai dengan yang disampaikan Firli bahwa korupsi Covid-19 ini bisa dituntut hukuman mati," kata Sujanarko lewat keterangan tertulis, Rabu (28/7).

Sujanarko mengatakan KPK pada periode lalu pun pernah menuntut 20 tahun penjara dan seumur hidup terhadap terdakwa korupsi.

"Ingat ini korupsi bansos yang membuat banyak masyarakat menderita," kata Sujanarko.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana pun menilai pernyataan Firli Bahuri soal hukum berat pelaku korupsi bansos hanya sesumbar belaka.

"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

 

Sesuai Fakta Persidangan

KPK pun akhirnya angkat bicara terkait kritikan terhadap tuntutan 11 tahun penjara untuk Juliari yang juga adalah politisi PDI Perjuangan itu. KPK beralasan, tuntutan itu dijatuhkan berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan bukan karena desakan pihak manapun.

"Dalam menuntut terdakwa, tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan maupun desakan pihak manapun," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (29/7).

Ali mengatakan pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan terhadap terdakwa Juliari juga menjadi dasar dalam menuntut baik pidana penjara, uang pengganti maupun denda, dan pencabutan hak politik.

"Perlu kami tegaskan kembali, dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap, bukan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," ucap Ali.

Sebagai pemberatan tuntutan, kata dia, jaksa juga menuntut uang pengganti yang dapat diganti hukuman penjara jika tidak dibayarkan.

"Perlu juga kami sampaikan, sekalipun dalam beberapa perkara tindak pidana korupsi, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," katanya.

Namun, ia mengatakan JPU tentu juga memiliki dasar hukum kuat dalam menuntut uang pengganti terhadap terdakwa Juliari tersebut dan berharap Majelis Hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan tim JPU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait