Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan membatalkan rencana program vaksin Covid-19 berbayar. Vaksin berbayar itu rencananya disalurkan melalui Kimia Farma. Rencananya, vaksin yang digunakan adalah Sinopharm.
"Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dikutip Newscast.id dari YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu, 17 Juli 2021.
Pramono berharap, keputusan ini dapat memutus polemik di masyarakat soal vaksinasi berbayar. Pemerintah pun menegaskan, semua program vaksin adalah gratis untuk masyarakat.
"Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan Vaksinasi Gotong Royong, Pramono menyampaikan bahwa tetap dilakukan melalui mekanisme yang sama yaitu melalui perusahaan yang mendaftar di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Perusahaan tersebut akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya.
Sekretaris Kabinet juga menyampaikan arahan tegas Presiden Joko Widodo kepada seluruh jajarannya di kabinet untuk memiliki rasa kepekaan sosial dalam suasana pandemi ini.
"Presiden telah menegaskan bahwa dalam PPKM Darurat ini tentunya sense of crisis seluruh kementerian/lembaga, para pemimpin itu harus ada," ujarnya.
Kehilangan Cuan Triliunan Rupiah
Program vaksin berbayar ini sedianya digelar pada Senin (12/7). Kegiatan akan dilakukan di 8 klinik Kimia Farma.
Rencananya, ada 15 juta dosis vaksin Sinopharm yang akan disalurkan melalui Kimia Farma. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK. 01. 07/MENKES/4643/2021, harga pembelian vaksin dipatok sebesar Rp 321.660 per dosis. Sedangkan tarif maksimal pelaksanaan vaksinasi Rp 117.910.
Dengan demikian, jika dibutuhkan dua kali dosis, maka masyarakat harus membayar Rp643.320 untuk suntikan dan Rp235.820 untuk layanan atau secara total Rp879.140.
Dari harga vaksin itu, sudah dipatok margin sebesar 20 persen dan dari vaksinasi dipatok margin 15 persen.
Jika dihitung, potensi cuan yang bakal diterima Kimia Farma dari vaksin berbayar adalah:
15 juta x Rp 321.661 x 20 persen = Rp 964,9 miliar
Sedangkan dari pelayanan vaksinasi, perhitungan marginnya adalah sebagai berikut:
15 juta x Rp 117.910 x 15 persen = Rp 265,2 miliar
Sehingga total margin yang diraup Kimia Farma dari pendistribusian vaksin Sinopharm sebagai vaksin berbayar, serta layanan vaksinasinya yakni sebesar Rp 1,23 triliun. Jumlah itu sungguh fantastis, yakni hampir 70 kali lipat dari perolehan laba Kimia Farma pada 2020 yang hanya Rp 17,63 miliar.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menegaskan, pengadaan yang digunakan dalam program Vaksinasi Gotong Royong untuk badan usaha maupun individu, hingga pelaksanaan vaksinasi, tidak menggunakan dana APBN.
Menurutnya, pendanaan menggunakan keuangan korporasi maupun pinjaman korporasi yang dilakukan oleh holding farmasi BUMN. Hal ini untuk memperluas akses vaksin bagi masyarakat.
“Vaksinasi Gotong Royong merupakan dukungan untuk percepatan vaksinasi guna mencapai herd immunity. Masyarakat memiliki opsi tambahan untuk mengakses vaksinasi, ini salah satu bentuk gotong royong yang bisa dilakukan masyarakat,” kata Erick melalui keterangan tertulis, dikutip Selasa (13/7).
Dia juga memastikan, vaksin yang digunakan dalam program ini tidak menggunakan vaksin yang sudah dialokasikan untuk program vaksinasi gratis pemerintah, juga tidak menggunakan vaksin yang berasal dari sumbangan atau hibah.
“Seperti hibah dari UEA (Uni Emirat Arab) dan yang melalui GAVI/COVAX, sesuai peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News