3 Hakim Pembebas Terdakwa Korupsi Minyak Goreng Jadi Tersangka Suap

  • Arry
  • 14 Apr 2025 13:41
Kejaksaan Agung(sekretariat kabinet/setkab.go.id)

Kasus suap terkait vonis bebas korupsi minyak goreng meluas. Kini tiga hakim yang membebaskan tiga terdakwa perkara tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dari para terdakwa.

Tiga hakim tersebut adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Mereka sebelumnya bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menangani perkara korupsi persetujuan ekspor crude palm oil atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022.

"Berdasarkan alat bukti yang cukup, di mana penyidik telah melakukan pemeriksaan kepada 7 saksi, maka pada malam hari tadi sekitar pukul 23.30 WIB, tim penyidik telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Senin, 14 April 2025.

Qohar menjelaskan, ketiga hakim itu diduga tersebut diduga ikut menerima suap dalam pengaturan vonis perkara korupsi persetujuan ekspor CPO tersebut.

Baca juga
Ketua PN Jaksel Ditahan Kejagung, Diduga Terima Rp60 M di Kasus Korupsi Minyak Goreng

Peran tersangka

Qohar menjelaskan, ketiga hakim diduga menerima suap agar memutus perkara korupsi minyak goreng itu dengan putusan lepas.

Suap ini bermula saat pengacara tersangka korporasi Ariyanto—yang juga dijerat sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas itu— sepakat dengan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan. Wahyu kini menjabat Panitera muda perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ariyanto kemudian menyiapkan Rp20 miliar untuk para hakim agar memutus perkara menjadi putusan lepas. Hal ini kemudian disampaikan ke Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta. Arif kini menjadi Ketua PN Jaksel.

Qohar menjelaskan, saat itu Arif justru meminta agar uang dilipatgandakan menjadi Rp60 miliar. Permintaan kemudian disetujui Ariyanto.

"Kemudian, setelah disampaikan, beberapa waktu kemudian Ariyanto Bakri menyerahkan uang Rp 60 miliar dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat kepada Wahyu Gunawan," ucap Qohar.

Uang Rp60 miliar kemudian diserahkan ke Arif. Saat itu, Wahyu juga mendapat fee sebesar US$ 50 ribu sebagai jasa penghubung.

Selanjutnya pembagian uang >>>

 

Usai menerima uang, Arif kemudian menunjuk tiga hakim untuk mengadili perkara korupsi minyak goreng itu. Hakim Djuyamto ditunjuk sebagai Ketua Majelis, dengan Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom selaku anggota.

Usai penetapan hakim, Arif kemudian memanggil Djuyamto dan Agam Syarif. Saat itu Arif menyerahkan uang dengan pecahan dolar Amerika Serikat, yang bila dirupiahkan setara Rp 4,5 miliar.

Qohar menjelaskan, saat itu Arif beralasan memberikan uang untuk baca berkas perkara dan diberi perhatian.

Pemberian uang berlanjut sekitar September atau Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang dalam bentuk dolar AS dengan nilai sekitar Rp 18 miliar kepada Djuyamto.

Uang itu kemudian dibagi ke majelis hakim perkara CPO itu dengan rincian:

  • Agam Syarif menerima uang senilai Rp 4,5 miliar;
  • Djuyamto menerima uang senilai Rp 6 miliar; dan
  • Ali Muhtarom menerima uang senilai Rp 5 miliar.

"Bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara tersebut diputus ontslag dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus ontslag oleh Majelis Hakim," tutur Qohar.

Dalam kasus korupsi CPO ini, jaksa penuntut umum menuntut:

  1. Terdakwa PT Wilmar Group membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.
  2. Terdakwa Permata Hijau Group membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.
  3. Terdakwa Musim Mas Group membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1. Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.

Dengan demikian, Arif disuap Rp60 miliar untuk membebaskan tiga korporasi minyak goreng itu membayar denda dengan total Rp17.711.848.928.104,36.

Akibat perbuatannya, ketiga hakim dijerat dengan Pasal 12 c juncto Pasal 12B juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan total tujuh tersangka. Mereka adalah empat tersangka berprofesi sebagai hakim, satu tersangka menjabat panitera, dan dua orang pengacara. Rinciannya:

  1. Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta
  2. Hakim PN Jakpus, Djuyamto
  3. Hakim PN Jakpus, Agam Syarif
  4. Hakim PN Jakpus, Ali Muhtarom
  5. Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan
  6. Pengacara, Marcella Santoso
  7. Pengacara, Ariyanto

Selain menetapkan tujuh tersangka, Kejagung RI juga telah menyita sejumlah barang bukti seperti uang miliaran rupiah yang terdiri dari mata uang asing dan rupiah, 7 unit mobil mewah, 21 unit sepeda motor, dan 7 unit sepeda dengan berbagai merek. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait