Usai mengesahkan Revisi UU TNI, DPR berencana membahas Revisi UU Polri. Pembahasan ini mendapat sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil lantaran berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga yang superbody.
Mengenai revisi UU Polri, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan, saat ini belum ada rencana pembahasan RUU tersebut.
“DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” kata Dasco.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan dalam draf revisi UU Polri yang dipublikasi di laman dpr.go.id, setidaknya ada 12 pasal yang akan memperluas kewenangan Polri. Namun tidak diiringi dengan pengawasan terhadap Polri.
Perluasan kewenangan Polri itu tercantum dalam Pasal 14 draf RUU Polri. Dalam aturan itu disebutkan ada ada 16 tugas dari ekpolisian. Salah satu pasal berbunyi “melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.”
Menurut Isnur, frasa “sesuai kebutuhan” dalam draf RUU Polri itu akan membuka peluang penggunaan Polri dalam jasa pengamanan atau pengawalan dan patroli.
Selain itu, berikut daftar pasal bermasalah dalam RUU POlri:
-
Pasal 14 ayat 1 huruf e
Pasal ini mengatur polisi turut serta dalam pembinaan hukum nasional. Menurut koalisi, pasal ini menimbulkan ketidakjelasan tentang kewenangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di bawah Kementerian Hukum dan HAM, dan berpotensi tumpang tindih.
-
Pasal 14 ayat 1 huruf g
Pasal ini mengatur Polri bertugas untuk mengkoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan bentuk pengamanan swakarsa. Koalisi menilai, pasal ini akan membuat para penyidik KPK dari unsur kepolisian semakin menjauhkan independensinya.
-
Pasal 14 ayat 1 huruf o
Pasal ini mengatur tugas kepolisian melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai penyadapan.
Koalisi menilai, penggunaan pasal ini akan menimbulkan disparitas dengan lembaga penegak hukum lain seperti KPK. Apalagi dalam pasal itu tidak dicantumkan keharusan polisi harus mendapat izin jika ingin melakukan penyadapan, seperti KPK yang harus dapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
-
Pasal 14 ayat (2) huruf c
Pasal ini mengatur kewenangan Polri sebagai penyelenggara sistem kota cerdas (smart city) bekerja sama dengan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Koalisi menilai, pemberian Kewenangan kepada Polri dalam tata kelola Smart City menunjukkan rancangan smart city ala pemerintah mengutamakan pendekatan keamanan.
-
Pasal 16 ayat (1) huruf n
Koalisi menilai pasal ini akan memberikan kewenangan terhadap Polri memberikan rekomendasi pengangkatan penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lain yang ditetapkan oleh UU sebelum diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM.
Penerapan pasal tersebut berpotensi membuat KPK akan kehilangan indepedensi dalam penanganan kasus karena Penyidiknya ditentukan oleh Kepolisian.
-
Pasal 16 ayat 1 huruf p
Pasal ini mengatur kepolisian memiliki wewenang menerima hasil Penyelidikan dan/atau Penyidikan dari Penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lainnya untuk dibuatkan surat pengantar sebagai syarat sah kelengkapan berkas perkara yang akan diserahkan kepada penuntut umum.
Koalisi menilai, pasal ini akan membuat Polri menjadi lembaga penegakan hukum tertinggi terhadap lembaga yang lain dalam bidang penyidikan. Penerapan pasal ini tentu juga akan mengganggu indepedensi dari KPK yang selama ini tidak membutuhkan rekomendasi Kepolisian dalam mengusut suatu perkara.
Pasal 16 ayat 1 huruf q
Pasal ini mengatur Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Menurut koalisi, pasal ini akan mengancam kebebasan berpendapat dalam ruang public akibat adanya wewenang intervensi polisi atas ruang siber.
-
Pasal 16A dan 16B
Kedua pasal ini mengatur kewenangan Polri menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional serta perluasan terhadap kewenangan Intelkam guna mengamankan kepentingan nasional.
Koalisi menilai penerapan pasal ini akan membuat Polri memiliki kewenangan untuk menagih data intelijen dari lembaga-lembaga lain yang menjalankan fungsi intelijen seperti Badan Intelijen Nasional (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS).
Artikel lainnya: Pre Order Dibuka, Ini Harga Resmi iPhone 16 Series di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News