DPR akhirnya membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada. DPR menegaskan, aturan syarat pencalonan kepala daerah menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, Kamis, 22 Agustus 2024.
"Oleh karenanya pada saat pendaftaran Pilkada pada tanggal 27 Agustus nanti yang akan berlaku adalah keputusan judicial review MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora," ucap dia
Dasco menyatakan, semua poin dalam revisi UU Pilkada otomatis juga batal. Menurutnya, KPU dapat memproses Peraturan KPU Pilkada 2024 dengan menggunakan putusan MK.
Baca juga
Deretan Artis Ikut Gaungkan Peringatan Darurat, El Rumi: Itu Demokrasi Kriminal!
"Ya kan kalau revisi Undang-Undang Pilkada-nya batal berarti kan semua poin kan dibatalkan. Bahwa kemudian pelaksanaan dari hasil putusan MK Nomor 60 dan 70 itu PKPU-nya yang akan mengatur itu adalah kewenangan dari KPU," ujar Dasco.
Sementar itu, sebelumnya, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menyatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan DPR sebelum merumuskan PKPU. Afif mengaku khawatir disanksi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika langsung menindaklanjuti putusan MK.
"Kenapa ini (konsultasi) kami lakukan, kami punya pengalaman dulu ada putusan MK dalam proses pilpres, putusan Nomor 90 yang saat itu dalam perjalanannya kemudian kami tindak lanjut tetapi konsultasi tidak sempat dilakukan karena satu dan lain hal, selanjutnya dalam aduan dan putusan DKPP kami dinyatakan salah dan diberi peringatan keras dan keras terakhir," ujar Afif di Jakarta.
Putusan Mahkamah Konstitusi >>>
Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan ini dibacakan pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Hal itu pun berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
Isi Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada usai Putusan MK:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Putusan MK perkara nomor 70/PUU-XXII/2024 >>>
Permohonan bernomor 70/PUU-XXII/2024 itu diajukan Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fahrur Rozi, dan Mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee.
Permohonan ini terkait dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan syarat usia calon kepala daerah. Dalam putusan MA, seseorang dapat maju menjadi calon kepala daerah berusia 30 tahun saat pelantikan sebagai kepala daerah.
Dalam aturan sebelum putusan MA ditentukan, calon gubernur atau wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon.
MA dalam putusannya menyatakan, syarat usia tersebut berlaku saat pelantikan. Jadi seseorang yang berusia 30 tahun saat pelantikan, dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Berdasarkan putusan MA itu, Fahrur Rozi dan Anthony Lee meminta MK merevisi Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada dengan menegaskan frasa "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan pasangan calon”.
"Mengadili, dalam pokok permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam pertimbangannya, MK menyinggung kapan mulai berlakunya batas usia minimum calon kepala daerah. Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan, norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada memang tidak mencantumkan secara eksplisit ihwal frasa “terhitung sejak penetapan pasangan calon”.
MK menyatakan, semua pengaturan yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum, baik pemilihan calon anggota DPR/DPD/DPRD maupun pemilihan calon presiden dan wakil presiden tidak mencantumkan frasa dimaksud. Meski demikian, syarat batas usia itu selalu dihitung sejak penetapan calon.
"Sekalipun tidak mencantumkan secara eksplisit, secara historis, sistematis, praktik selama ini dan perbandingan dengan pemilihan lain, penentuan batas usia minimum menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selalu dihitung atau menggunakan titik atau batas sejak penetapan calon," jelas Saldi Isra.
Saldi menegaskan, aturan syarat batas usia minimum calon kepala daerah tidak mengalami perubahan. Mulai berlakunya UU 22/2014 sampai dengan UU 10/2016, yaitu berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.
"Konstruksi norma dimaksud telah jelas mengamanatkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU 10/2016, termasuk dalam hal ini persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," ujar Saldi Isra.
"Penting bagi Mahkamah menegaskan, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," tegasnya.
"Dengan demikian, jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah, dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," kata Saldi Isra.
Putusan ini diputuskan oleh 8 hakim konstitusi. Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan paman dari Kaesang Pangarep tidak ikut dalam putusan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News