Akhirnya, pada 1916, pemerintah Kolonial mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji, yaitu setiap orang yang pulang dari haji wajib menggunakan gelar “haji”. "Untuk apa (ordonansi haji, red)? Supaya gampang mengawasi, intelijen, sejak 1916 itulah setiap orang Indonesia yang pulang dari luar negeri diberi gelar haji," ujar Agus.
Adapun sebutan atau panggilan “Ya Haj” yang ada di Timur Tengah hanya bersifat verbal atau ucapan penghormatan saja, karena pemerintahan di sana tidak mengeluarkan sertifikat haji.
Gelar haji hanya ada di Indonesia
Guru Besar bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Syamsul Bakri, menyatakan, gelar haji hanya khas ada di Indonesia.
"Itu khas Indonesia, tidak ada di negara lain. Buktinya di Timur Tengah tidak ada gelar Haji, orang Barat juga tidak bergelar Haji walaupun sudah haji," ujarnya dikutip dari kompas.com.
"Dulu orang haji tidak seminggu sebulan, bahkan bertahun-tahun, karena di sana sambil ngaji, sambil bekerja, macam-macam, dan ada interaksi orang yang berhaji dari berbagai negara," tutur Syamsul.
"Maka orang-orang yang sepulang haji ditandai dan diberi gelar Haji oleh pemerintah kolonial, menyatu dengan namanya," jelas Syamsul.
Syamsul menjelaskan, gelar Haji pemberian Belanda ini bukan gelar penghormatan. Melainkan untuk menandakan para tokoh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News