Jika tak ada pandemi, peringatan Ulang Tahun Indonesia selalu dimeriahkan dengan perlombaan yang dimainkan. Salah satu yang paling ditunggu adalah lomba panjat pinang.
Panjat pinang adalah lomba memanjat batang pohon pinang atau bisa batang pohon lainnya yang sudah dikuliti dan diberi pelicin. Di pucuk pohon, digantungkan barang-barang yang bisa diambil oleh pemenang.
Namun, tahukah Newscaster, ada kisah pilu di balik perlombaan panjat pinang ini.
Dari beberapa sumber, panjat pinang ini sudah dimainkan sejak zaman penjajahan Belanda. Saat itu panjat pinang dikenal "de Klimmast" yang memiliki arti “memanjat tiang”.
Baca Juga:
Sempat Dibuang Soekarno, Begini Sejarah Naskah Proklamasi
Permainan panjat pinang biasanya digelar bangsa Belanda tiap 31 Agustus, atau saat merayakan ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina. Selain itu, panjat pinang juga dimainkan saat merayakan acara penting seperti pernikahan dan hajatan oleh bangsa Belanda.
Sejatinya panjat pinang ini diperuntukkan bagi kaum pribumi saja. Mereka berlomba memanjat dan menangkap hadiah yang berada di atas seperti makanan dan pakaian serta benda-benda yang dianggap mewah untuk kalangan pribumi.
Misalnya, beras, tepung, pakaian, roti. Hal tersebut karena kondisi masyarakat Indonesia yang memprihatinkan dan kekurangan bahan makanan.
Saat permainan berlangsung, kaum elite Belanda menontonnya sambil tertawa. Sebagai hiburan untuk masyarakat, Belanda memberikan banyak hadiah. Namun, hadiah tersebut tidak bisa didapatkan dengan cuma-cuma.
Baca Juga:
Sejarah Lagu Indonesia Raya dan Kisah di Balik Penciptaannya
Masyarakat harus berlomba menaiki batang pohon pinang yang telah dilumuri minyak hingga licin. Masyarakat yang ingin mendapatkan hadiah harus rela bersusah payah memanjat pohon pinang yang tinggi dan licin.
Karena memiliki sejarah yang buruk bagi rakyat Indonesia di masa penjajahan, pelombaan panjat pinang sempat ditentang. Selain itu perlombaan ini dianggap sebagai simbol dari strata sosial antara orang kaya yang menyumbang hadiah dan orang miskin yang berebut hadiah tersebut.
Meskipun begitu tak jarang juga orang yang berpendapat bahwa perlombaan panjat pinang adalah bentuk apresiasi dari perjuangan pahlawan dalam melawan penjajah, dengan mengambil nilai semangat, kerja sama dan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu.
Populer di China
Panjat pinang juga populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan berkaitan dengan perayaan Festival Hantu.
Ini dapat dimengerti dari kondisi geografis dikawasan itu yang beriklim sub-tropis, yang masih memungkinkan pinang atau kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama kali pada masa Dinasti Ming.
Baca Juga:
Bendera Merah Putih, Ini Beda Milik Indonesia dan Monako
Namun pada masa Dinasti Qing, permainan panjat pinang ini pernah dilarang pemerintah karena sering timbul korban jiwa. Sewaktu Taiwan berada di bawah pendudukan Jepang, panjat pinang mulai dipraktikkan lagi di beberapa tempat di Taiwan berkaitan dengan perayaan festival hantu. Panjat pinang masih dijadikan satu permainan tradisi di berbagai lokasi di Taiwan.
Tata cara permainan lebih kurang sama, dilakukan beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas. Namun bedanya tinggi yang harus dipanjat bukan hanya setinggi pohon pinang, tetapi telah berevolusi menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa sampai 3-4 tingkat bangunan gedung.
Untuk meraih juara pertama, setiap regu harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News