Keluarga Terkejut
Sebelum berangkat ke pelatihan, Jovan pamit kepada orangtuanya dan meninggalkan pesan terakhir selama dua bulan ke depan untuk menjalani pelatihan. Di mana, dirinya mau tidak mau harus terbangun sekitar jam 4 pagi dan tidur pukul 10 malam waktu setempat. Sesekali Jovan juga mendapatkan tugas untuk berjaga malam sekitar 2-4 jam.
Wajar saja kalau Jovan sebelumnya kerap takut dan memilih menjadi teknis kapal. Ia mengaku bahwa tak pernah dibenaknya menjadi tentara. Pastinya ia sangat awam dan tentara di sana cukup ketat.
“Kalau udah ke tentara, kan pasti, ‘oh perang ini.’ Cuman kalau udah ke sini, kalo udah masuk ke tentara, udah biasa gitu,” cerita Jovan.
Jovan pada akhirnya mengikuti rangkaian seleksi untuk penentuan posisinya. Merasa yakin, dipilihlah jabatan sebagai teknisi kapal bagian pemeriksaan mesin kapal laut yang sedang berlabuh.
Jovan mengatakan sebanyak tiga kali seminggu mulai jam 7 pagi hingga 4 sore dirinya bertugas. Baginya, teknisi kapal tidaklah terlalu sulit. Jovan cukup mengikuti pedoman yang sudah ada saja.
“Kerjanya gampang aja. Terus Sabtu, Minggu juga libur,” tuturnya.
Meski begitu, ia memiliki keterbatasan bahasa sebagai kendala. Jovan juga pernah malu ketika ingin berbicara.
“Saya biasanya (menerjemahkan) dulu kalau misalnya enggak tahu apa yang saya mau omongin. Habis itu saya baru ngomong,” beber Jovan.
Jovan berpendapat mengenai penghasilan seorang tentara setingkat dirinya bisa mencapai sekitar Rp 575-718 juta per tahun.
Menjadi tentara tidaklah mudah, seperti Jovan yang sempat hilang kontak akibat harus menetap di San Diego, California. Jovan harus patuh ketika mendapat tugas berlayar hingga berbulan-bulan.
Alasannya dirinya tidak bisa menghubungi keluarganya. Lantaran tidak ada sinyal di tengah laut.
“Ya, sangat khawatir sekali. Galau ya, toh? Apalagi ini memakan waktu yang cukup lama. Biasanya dia intens bel saya atau saya bel dia,” cerita Susanto.
“Saya tunggu sampai berhari-hari, waktu demi waktu. Ya, pikiran ini macam-macam dan arahnya lain-lain juga. Tapi syukurlah pada saat yang tepat dia juga hubungi saya, bahwa dia baik-baik saja ndak kurang suatu apa pun,” tambahnya.
Setelah menuju hilir pelabuhan, Jovan baru bisa menelepon kedua orang tuanya.
“Mereka kayak panik gitu. Ini orang ke mana? Kok enggak hubungi?” ungkap Jovan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News