Persoalan pembagian hak waris kadang menimbulkan konflik dalam keluarga. Setiap orang pasti merasa memiliki hak atas waris tersebut.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam yang didasarkan pada Inpres Nomor 1 Tahun 1991, harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat.
Persoalan hak waris dalam Islam sebenarnya sudah diatur dalam Surah An Nisa ayat 11:ا
Artinya:
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Kemudian pada surah An Nisa ayat 12:
Artinya:
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.
Hal ini dipertegas dalam surah An Nisa ayat 13:
Artinya:
Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.
Untuk lebih mudahnya soal pembagian tersebut, dijelaskan dalam buku "Pembagian Warisan Menurut Islam" oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni. Dalam buku tersebut dijelaskan jumlah pembagian yang ditentukan Alquran ada 6 macam yaitu setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam.
- Setengah
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separuh dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut adalah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. - Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta peninggalannya hanya ada dua yaitu suami dan istri. - Seperdelapan
Dari sederet ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian warisan seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau rahim istri yang lain. - Dua per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga dari harta peninggalan pewaris ada empat dan semuanya terdiri dari wanita:
- Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
- Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
- Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
- Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih. - Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapat warisan sepertiga bagian hanya dua yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu. - Seperenam
Adapun asbhabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam, ada tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.
Namun, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Selain itu, ada beberapa hal juga yang bisa menyebabkan hak waris menjadi gugur yakni:
- Budak
Seseorang yang berstatus budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab, segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. - Pembunuhan
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya: seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya." - Perbedaan Agama
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apapun agamanya. Hal ini telah diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).
Soal pembagian hak waris ini, Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 188 menyatakan:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (pengadilan), supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News