Mengenal Indra Rudiansyah, Pemuda RI di Balik Vaksin AstraZeneca

  • Arry
  • 21 Juli 2021 06:48
Indra Rudiansyah Sosok di balik Vaksin AstraZeneca(lpdp/facebook)

Seorang pemuda Indonesia ternyata ikut andil dalam pembuatan vaksin Covid-19 Oxford-AstraZeneca. Dia adalah Indra Rudiansyah, mahasiswa Universitas Oxford yang tengah menempuh pendidikan doktoral di Jenner Institute.

Indra masuk dalam tim Jenner Institute yang dipimpin ilmuwan Inggris, Profesor Sarah Gilbert. Tim ini bekerja sejak Januari 2020 untuk menguji vaksin corona di Pusat Vaksin Oxford.

Keterlibatan Indra di tim tersebut dimulai saat lab penelitian kekurangan orang dan membutuhkan tenaga bantuan. Pada momen itulah pemimpin proyek vaksin membuka pintu bagi siapa pun yang ingin bergabung, dan Indra Rudiansyah masuk ke tim untuk membantu uji klinis.

"Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya," ujar Indra Rudiansyah kepada ANTARA London, 23 Juli 2020.

Indra yang tengah menjalani studi S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford itu mengungkapkan, penelitian utamanya untuk thesis sebenarnya adalah vaksin malaria. Namun, keikutsertaannya di tim Jenner Institute merupakan real case dari penelitian vaksin untuk menyelamatkan banyak orang.

Indra menceritakan, ketika wabah Covid-19 mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus tutup kecuali untuk bidang yang terkait Covid-19. Lab kemudian kekurangan orang, padahal penelitian tentang Covid-19 membutuhkan banyak sumber daya manusia.

Saat itulah project leader-nya membuka pintu bagi siapapun yang ingin bergabung, dan Indra Rudiansyah masuk ke tim untuk membantu uji klinis. Di tim, mahasiswa yang mendapat beasiswa dari LPDP ini bertugas menguji antibody response dari para relawan yang sudah divaksinasi.

Ia memiliki pengalaman terlibat dalam pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio di Biofarma setelah lulus dari ITB.

Pemuda asal Bandung lulusan S1 Mikrobiologi ITB itu menjelaskan, di tim tersebut dia dituntut selalu bekerja dengan baik, cepat, dan siap dengan perubahan rencana karena kondisi yang serba dinamis. Proses pengembangan vaksin AstraZeneca pun sangat cepat, karena dalam enam bulan sudah menghasilkan data uji preklinis dan inisial data untuk safety, serta imunogenitas di manusia.

"Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini," terang alumnus S2 Bioteknologi ITB tersebut.

Dalam prosesnya, studi dilakukan terhadap 560 orang dewasa yang sehat, termasuk 240 orang berusia di atas 70 tahun. Hasilnya, vaksin virus corona AstraZeneca lebih dapat ditoleransi pada orang yang lebih tua daripada orang dewasa muda.

Lebih dari 600 juta dosis vaksin AstraZeneca kini telah dipasok ke 170 negara di seluruh dunia, termasuk 100 negara lebih yang tergabung dalam COVAX. Meski harganya termurah, efikasi atau kemanjuran vaksin AstraZeneca cukup tinggi, termasuk mencegah infeksi Covid-19 varian Delta hingga 92 persen.

“Jadi, sebenarnya vaksin yang ada sekarang ini (dan sudah mulai diberikan pada masyarakat) kan bisa dikatakan sebagai emergency used ya sehingga clinical trial itu masih terus berjalan," ujarnya.

"Pasien yang sudah divaksinasi akan terus dipantau. Menurut data yang diumumkan, (semua jenis) vaksin ini memiliki efektivitas hingga enam bulan,” imbuhnya.

Related Articles

Berita Terpopuler

Berita Pilihan