Komnas Sebut Ada 11 Pelanggaran HAM di TWK, Apa Tanggapan KPK
- Arry
- 16 Agustus 2021 20:36
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menemukan ada 11 pelanggaran HAM terkait dengan tes wawasan kebangsaan atau TWK alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Ada 11 pelanggaran baik ditinjau dari sisi kebijakan, perlakuan, maupun ucapan," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Munafrizal Manan di Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.
Sebelas yang dilanggar itu adalah: Hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi (ras dan etnis), hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman.
Kemudian hak atas informasi publik, hak atas privasi, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk berpartisipasi dan dalam pemerintahan, dan hak atas kebebasan berpendapat.
Baca Juga:
Kontroversi Biaya Perjalanan Dinas KPK Ditanggung Pengundang
Munafrizal menerangkan Komnas HAM menemukan pelanggaran itu baik dari segi tindakan, kebijakan atau peraturan, termasuk pernyataan dan/atau perlakuan.
Anggota Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan kronologi dan temuan penelaahan pihaknya atas laporan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang disampaikan para pegawai KPK tak lolos TWK.
"Kebijakan penyelenggaraan asesmen TWK dalam rangka alih status Pegawai KPK menjadi asesmen tidak memenuhi tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, penyelenggaraan maupun penyelenggara dalam proses asesmen tersebut tidak memenuhi prinsip profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas," ujar Choirul.
Total ada 9 poin temuan fakta yang dibacakan Anam atas pelaporan terkait TWK tersebut.
Pada poin ketujuh, Choirul menyatakan, "Adanya fakta dan dugaan kuat atas tindakan terselubung dan ilegal dalam pelaksanaan asesmen TWK."
"Penggunaan kop surat BKN oleh BAIS untuk tes esai atau DIP (daftar isian pribadi)," ujar Choirul.
Choirul menjelaskan temuan pada poin ketujuh itu, yakni penggunaan kop surat BKN oleh BAIS itu sebagai yang baru mereka temukan sehingga pengumuman yang seyogyanya disampaikan beberapa waktu lalu ditunda jadi hari ini.
"Ini yang kemarin di proses akhir yang kami bilang ada fakta baru, oleh karena kami menelusuri lagi sehingga membutuhkan waktu lagi untuk menyelsaikan laporan ini," ujar Choirul.
Baca Juga:
Janji Manis Firli Bahuri Tuntut Mati Koruptor Bansos Covid-19
Dalam proses penanganan aduan ini, Komnas HAM sudah memintai keterangan sejumlah pihak. Di antaranya yakni Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pegawai KPK nonaktif Novel Baswedan dkk, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, hingga ahli hukum tata negara.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Komnas HAM menindaklanjuti aduan yang dilayangkan oleh 75 pegawai KPK nonaktif perihal dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
Dalam laporannya, tim kuasa hukum 75 pegawai KPK, Asfinawati, mencatat sedikitnya lima pelanggaran HAM dalam tes tersebut.
Beberapa di antaranya seperti perlakuan tidak adil dalam hubungan kerja, pelanggaran serikat berkumpul, hingga diskriminasi terhadap perempuan.
Selain Komnas HAM, Ombudsman pun sebelumnya telah mengumumkan temuan malaadministrasi dalam proses penonaktifan 75 pegawai termasuk TWK KPK. Namun, atas temuan Ombudsman itu baik KPK maupun BKN melayangkan keberatan.
Tanggapan KPK
KPK menyatakan menghormati hasil temuan Komnas HAM tersebut. "KPK menghormati hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM terkait alih status pegawai KPK yang telah disampaikan kepada publik hari ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.
Ali mengatakan lembaganya akan mempelajari lebih lanjut rekomendasi dari Komnas HAM setelah menerima laporan hasil penyelidikan tersebut.
"Sejauh ini, KPK belum menerima hasil tersebut. Segera setelah menerimanya, kami tentu akan mempelajarinya lebih rinci temuan, saran, dan rekomendasi dari Komnas HAM kepada KPK," ujar Ali.
Ia pun menekankan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) ada landasan hukumnya.
Baca Juga:
Menderita Didakwa Korupsi Bansos, Intip Harta Juliari Batubara
"Di awal kami perlu sampaikan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN bukan tanpa dasar, namun sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang telah sah berlaku, yakni UU Nomor 19 Tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020, dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021," katanya.
Dalam pelaksanaan alih status tersebut, kata dia, KPK pun telah patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku, termasuk terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan amanat Presiden, yakni dengan melibatkan kementerian/lembaga negara yang punya kewenangan dan kompetensi dalam proses tersebut.
"Proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN saat ini juga sedang dan masih menjadi objek pemeriksaan di MA (Mahkamah Agung) dan MK," ungkap Ali.
Baca Juga:
Kasus Dokter Bakar Bengkel: Tes Jiwa Hingga Dituduh Minta Rp300 Juta
Diketahui, KPK saat ini juga masih menunggu putusan MA tentang hasil uji materi atas Peraturan Komisi (Perkom) No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN dan putusan MK atas gugatan yang diajukan oleh beberapa pihak.
"Sebagai negara yang menjunjung tinggi azas hukum, sepatutnya kami juga menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Untuk menguji apakah dasar hukum dan pelaksanaan alih status ini telah sesuai sebagaimana mestinya atau belum," ujar Ali.