Kualitas Udara Jakarta Kini Jadi Salah Satu yang Terburuk di Dunia, Ini Penyebabnya
- Arry
- 19 Juni 2022 17:02
DKI Jakarta masuk dalam salah satu kota yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia. Di urutan pertama sempat ditempati Johannesburg, Afrika Selatan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mengungkap sejumlah faktor yang memengaruhi buruknya kualitas udara di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.
Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko menjelaskan, pada beberapa hari terakhir konsentrasi PM2.5 mengalami peningkatan dan tertinggi berada pada level 148 µg/m3. Dengan konsentrasi ini, kualitas udara Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat.
"Tingginya konsentrasi PM2.5 dibandingkan hari-hari sebelumnya juga dapat terlihat saat kondisi udara di Jakarta secara kasat mata terlihat cukup pekat/gelap," kata Urip yang dikutip dari Antara, Ahad, 19 Juni 2022.
PM2.5 merupakan salah satu polutan udara dalam wujud partikel dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu tidak lebih dari 2,5 µm (mikrometer). Dengan ukurannya yang sangat kecil ini, PM2.5 dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan, dan dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru.
Urip menjelaskan, berdasarkan analisis BMKG, konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi berbagai sumber emisi. Seperti transportasi dan residensial, hingga dari sumber kawasan industri dekat Jakarta.
Emisi ini dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring.
Selain itu, proses hadirnya polutan PM2.5 ini juga dipengaruhi pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
"Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini," kata dia.
Faktor lainnya yang memengaruhi kualitas udara Jakarta ini juga tingginya kelembaban udara. Hal ini menyebabkan peningkatan proses adsorpsi atau perubahan wujud dari gas menjadi partikel. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.
"Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring," kata dia.
"Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk dapat mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan pelindung diri seperti masker yang sesuai untuk dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polutan udara," kata dia.
Artikel lainnya
- Menangi Derbi Jepang, Nami Matsuyama-Chiharu Shida Juara Ganda Puri Indonesia Open
- Bola Buatan Madiun Akan Dipakai Untuk Piala Dunia 2022 Qatar
- 2 Suporter Tewas Saat Duel Persib vs Persebaya di Piala Presiden, Ini Kata Saksi Mata
- Viral Pesta 'Bungkus Night' di Jaksel, Polisi Tangkap 2 Panitia
- Ada Ajakan Isi BBM Harus Nominal Ganjil Agar Tak Dicurangi, Ini Penjelasan Pertamina