Dissenting Opinion 3 Hakim MK: Bansos, Cawe-cawe Jokowi, Hingga Coblos Ulang
- Arry
- 23 April 2024 10:29
Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan dua paslon yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Namun, tiga Hakim Konstitusi justru menolak putusan tersebut.
Putusan ini dibacakan delapan hakim MK yakni Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sebanyak lima hakim menolak permohonan AMIN-Ganjar-Mahfud. Tiga hakim menyatakan dissenting opinion. Mereka adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Berikut pokok-pokok Dissenting Opinion yang diajukan tiga Hakim Konstitusi:
-
Cawe-cawe Jokowi
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan, gugatan sengketa Pilpres 2024 ini harusnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, Presiden Jokowi telah melanggar Pemilu dan Pilpres 2024 secara terstruktur dan sistematis.
"Etika kehidupan berbangsa ini perlu disinggung kembali dan ternyata hingga kini masih relevan untuk dipertimbangkan dan diterapkan, setidaknya sebagai kaca benggala agar pemerintah dan para elite politik mampu bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat," jelas Arief saat membacakan dissenting opinionnya di Gedung MK.
Baca juga
MK Tak Temukan Bukti Jokowi Cawe-cawe Saat Pilpres 2024
Arief Hidayat menjelaskan, dalam sebuah negara hukum yang berlandaskan Pancasila, pelaksanaan rule of law harus dibarengi dan diikuti oleh penerapan rule of ethics sebagai nilai luhur dan aturan yang penting dan strategis dalam setiap penyelenggaraan negara.
"Kembali ke soal perselisihan hasil Pemilu, sejak Pemilu Presiden/Wakil Presiden tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 tak pernah ditemukan pemerintah turut campur dan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden," jelas Arief.
"Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan," ucap Arief.
-
Politisasi Bansos Terbukti
Hakim Konstitusi Saldi Isra menyoroti politisasi bantuan sosial yang gencar dilakukan satu bulan jelang Pilpres 2024. Hal ini yang menjadi pokok permohonan Anies-Muhaimin.
Saldi Isra menilai, dalil yang diajukan Anies-Muhaimin terbukti terjadi dalam Pilpres 2024. Menurutnya MK seharusnya menerima dalil politisasi bansos untuk menghindari praktik serupa terjadi di Pilkada November 2024 mendatang.
"Dengan menyatakan dalil a quo terbukti, maka akan menjadi pesan jelas dan efek kejut (deterrent effect) kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa," kata Saldi saat membacakan dissenting opinionnya.
"Dengan demikian, saya berkeyakinan bahwa dalil Pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum," sambungnya.
"Berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta tersebut, pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan electoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali," tutur Saldi.
"Terlebih, dalam waktu dekat, yang hanya berbilang bulan akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak secara nasional."
"Penggunaan anggaran negara/daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan," tutup dia.
-
PJ Kepala Daerah Tak Netral
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti soal netralitas penjabat kepala daerah dalam dissenting opinionnya. Permasalahan ini juga yang dipermasalahan Anies-Muhaimin dalam petitumnya.
“Adanya indikasi kuat pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pj Gubernur Kalimantan Barat namun tidak terdapat kejelasan proses penegakan hukum atas pelanggaran tersebut menyebabkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas telah tercederai karena adanya keberpihakan kepada salah satu pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden 2024,” kata Enny.
Enny juga menyoroti kasus Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana yang memakai baju warna biru khas pemenangan Prabowo-Gibran. Menurutnya, pengawasan yang dilakukan Bawaslu tidak maksimal.
“Terlepas dari Bawaslu telah melaksanakan tugas Pengawasan melalui penelusuran dan hasilnya dinyatakan tidak terbukti terdapat pelanggaran, namun hasil penelusuran tersebut tidak cukup meyakinkan bahwa Pj. Gubernur Jawa Tengah telah bersikap netral, apalagi Bawaslu tidak bersungguh-sungguh untuk menindaklanjuti laporan tersebut,” katanya.
“Seluruh kejadian ini menjadi perhatian publik yang sangat luas dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 yang seharusnya ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Namun, tidak terdapat bukti yang kuat bahwa Bawaslu telah melaksanakan tugas dan wewenangnya secara optimal untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil,” jelasnya.
-
Dana Operasional Presiden Diduga untuk Kepentingan Pilpres
Hakim Konstitusi Enny juga menyoroti dana alokasi untuk Preside Jokowi yang digunakan untuk bansos selama Pilpres 2024.
Enny menjelaskan, berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyai dalam sidang MK, disebutkan bantuan kemasyarakatan yang biasa diserahkan Presiden Jokowi bukan merupakan bagian dari perlinsos. Tetapi berasal dari dana operasional presiden.
"Namun anggaran untuk kunjungan Presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan tersebut berasal dari dana operasional presiden (DOP) yang berasal dari APBN," kata Enny.
DOP tersebut, kata Enny, diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008.
Sementara untuk dana kemasyarakatan Presiden diatur dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 2 Tahun 2020.
"Meskipun demikian, anggaran untuk DOP terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang kemudian memunculkan persepsi yang mengarah pada penggunaan DOP untuk bantuan kemasyarakatan dengan tujuan politik menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024," ucapnya.
-
Serukan Coblos Ulang
Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan, dengan banyaknya dalil dari pemohon yang terbukti, sehharusnya harus ada pemungutan suara ulang atau PSU Pilpres 2024.
"Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," kata Saldi Isra.
PSU ini diusulkan dilakukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.
Artikel lainnya: Kode Erick Thohir Perpanjang Kontrak Shin Tae Yong