Stick Pedas Asal China Latiao Tengah Viral, Halal atau Tidak?
- Arry
- 4 November 2024 05:50
Latiao tengah ramai diperbincangkan. Sejumlah produk jajanan asal China ini pun banyak beredar di Indonesia.
Latiao adalah semacam camilan berbentuk stik panjang serta berwarna merah dengan rasa pedas. Makanan yang mulanya berkembang di Provinsi Henan, China ini viral lantaran rasanya yang gurih pedas sehingga membuat ketagihan.
Meski demikian, latiao tengah menjadi sorotan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM lantaran mengandung racun. Terlepas dari pengamatan BPOM, apakah latiao ini halal atau haram? Berikut penjelasan dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI.
Mengutip laman halalmui, latiao memiliki bahan dasar berupa tepung gandum, kinako (tepung kacang kedelai panggang),dan minyak cabai. Ketiga bahan itu kemudian dicampurkan dengan air, garam, gula, penyedap rasa, minyak nabati, dan beberapa bahan lain, lalu dipanaskan dengan suhu tinggi.
Meski memiliki bahan baku nabati, namun ada beberapa bahan yang perlu dicermati. Berikut pembahasannya.
Baca juga
Daftar Produk Jajanan China Latiao yang Terkontaminasi Bakteri dan Dilarang BPOM
Pertama, gula sebagai penambah rasa.
Titik kritisnya terletak pada proses pemutihan yang kerap menggunakan karbon aktif. Dari aspek bahan, karbon aktif bisa berasal dari tempurung kelapa, serbuk gergaji, batu bara, atau tulang hewan.
Jika menggunakan bahan-bahan nabati, maka tak perlu diragukan kehalalannya. Namun jika karbon aktif tersebut berasal dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah. Umumnya, sumber tulang hewan yang seringkali dijadikan karbon aktif adalah babi dan sapi.
Kedua, minyak.
Pada umumnya, minyak berasal dari tumbuhan meski kadang bisa menggunakan minyak hewan untuk memberikan rasa dan aroma yang menggoda. Saat kemasan dibuka dan diunakan menggoreng, minyak mudah sekali teroksidasi dan berubah dari segi bau dan rasa.
Untuk mencegah tengik, minyak biasanya diberikan antioksidan beta-karoten, yang umumnya diproduksi secara sintetik sehingga relatif tidak kritis. Agar menarik, produsen juga menjernihkan minyak, misal dengan bantuan karbon aktif yang perlu dikaji kehalalannya.
Ketiga, penggunaan penyedap rasa.
Ada aneka pilihan penyedap rasa yang dapat digunakan, seperti Monosodium Glutamat (MSG) dan Sodium Inosinate dan Guanylate (I+G). Keduanya merupakan produk mikrobial hasil fermentasi. Media pertumbuhan bakteri penghasil kedua senyawa ini harus dipastikan terbebas dari bahan najis.
Menurut Manager Halal Auditor Management LPPOM MUI, Ade Suherman, S.Si., titik kritis fermentasi terletak pada sumber nitrogen untuk perbanyakan bakteri, yang lazim menggunakan pepton. Pepton ini dapat berasal dari unsur hewani, sehingga harus dipastikan kehalalan.
“Selain itu, proses pemurnian MSG dan I+G juga melibatkan resin penukar ion untuk memisahkan residu di produk akhir. Resin itu sendiri bersifat kritis dari segi kehalalan karena pada awal proses polimerisasi resin dibantu oleh gelatin. Gelatin harus berasal dari hewan halal dan disembelih secara syar’i,” jelas Ade.
Untuk mengetahui apakah sudah ada produk latiao yang bersertifikat halal, dapat mencarinya di website LPPOM MUI atau aplikasi HalalMUI yang dapat diunduh di Google Playstore.
Artikel lainnya: SD, SMP, SMA Negeri dan Swasta Akan Gratis Mulai Juli 2025